Akhir-akhir ini tuntutan terhadap kemampuan menulis karya ilmiah sangat
terasa sekali. Tidak. hanya dikalangan ilmuan dan sivitas akademika pada
suatu perguruan tinggi saja, dikalangan, siswa SMTA pun tuntutan
tersebut, sudah lama terasa. Sebagai contoh akan pentingnya kemampuan
menulis karya ilmiah bagi siswa SMTA tersebut adalah kewajiban membuat
paper. Tahun-tahun 1980-an kepada siswa SMTA yang akan mengikuti
EBTA/EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir/Evaluasi Belajar Tahap Akhir
Nasional) diwajibkan membuat sebuah karya tulis ilmiah dalam bentuk
makalah. Siswa yang tidak dapat menyelesaikan karya tulis ilmiahnya
sampai batas waktu yang telah ditetapkan tidak diperkenankan mengikuti
EBTA/EBTANAS. Dengan kata lain, bagi siswa SMTA menulis karya ilmiah
merupakan syarat mutlak untuk mengikuti EBTA/EBTANAS. Merupakan Suatu
keharusan yang tidak dapat di tawar-tawar.
Di kalangan mahasiswa dan ilmuan tuntutan kemampuan menulis karya ilmiah
jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tuntutan yang berlaku
terhadap siswa SMTA. Kalau kepada siswa SMTA tuntutan itu hanya berlaku
bagi siswa yang telah duduk di kelas tiga atau yang akan mengikuti EBTA/
EBTANAS saja, maka bagi kalangan mahasiswa tuntutan tersebut berlaku
untuk setiap bidang studi yang diikutinya. Bila dalam satu semester
mahasiswa mengambil lima (5) mata kuliah, setidaknya mereka harus
membuat lima makalah dalam jangka waktu enam bulan. Sekiranya mahasiswa
yang bersangkutan mampu menyelesaikan studinya dalam kurun waktu empat
tahun (delapan semester), berarti mereka harus mampu menyelesaikan 40
makalah. Bagi mahasiswa yang mengambil jalur skripsi, selain makalah
yang 40 buah tersebut mereka juga membuat sebuah skripsi. Tentunya karya
tulis yang sebanyak itu amat membanggakan.
Sehubungan dengan kedua persyaratan di atas, kaitan yang lebih erat
adalah antara kalangan ilmuan dengan karya tulis ilmiah. Para ilmuan
tidak dapat dilepaskan, dari menulis karya ilmiah. Kenyataan ini
disebabkan karena menulis karya ilmiah merupakan sarana untuk
menyampaikan gagasan dan hasil penelitian ilmuan tersebut. Seorang
ilmuan yang tidak mampu-menyampaikan gagasan dan hasil pemikiran mereka
secara tertulis, gagasan itu cenderung tidak bertahan lama. Gagasan
tersebut akan hilang di makan ruang dan waktu. Secara tersirat, bobot
keilmiahan seorang ilmuan diantaranya ditentukan oleh bobot tulisan
ilmiahnya. Itulah sebabnya kemampuan menulis karya ilmiah itu penting
artinya bagi seorang ilmuan.
Terlepas dari kualitas suatu karya ilmiah, adanya kesadaran akan
pentingnya kemampuan menulis karya ilmiah adalah suatu hal yang
menggembirakan. Dari segi kualitas, memang sering terdengar pernyataan
yang kurang menyenangkan, yaitu kemampuan menulis karya ilmiah
siswa/mahasiswa masih rendah. Dengan latihan yang teratur dan sistematis
serta lebih mendalami teori, tentunya isyu yang tidak menyenangkan ini
dapat dikurangi, bila perlu dihilangkan.
1.1 Pengertian Karya Tulis Ilmiah
Setiap tahun karya tulis ilmiah selalu dihasilkan siswa kelas III SMTA.
Setiap semester mahasiswa selalu menulis karya ilmiah. Sejalan dengan
itu, hampir setiap saat karya tulis ilmiah dihasilkan oleh para ilmuan.
Begitu berartikah karya tulis ilmiah itu? Kalau memang berarti, apakah
yang dimaksud dengan karya tulis ilmiah itu? Secara etimalogi, karya
tulis ilmiah terdiri dari kata majemuk karya tulis dan ilmiah. yang
dimaksudkan dengan karya tulis adalah hasil dari suatu kegiatan menulis.
Hasil karya tulis ini dapat berupa makalah, cerpen, skripsi, puisi,
tesis, novel, dan lain-lain. Yang dimaksud dengan ilmiah adalah segala
sesuatu yang bersifat keilmuan. Ilmu adalah pengetahuan yang telah
teruji kebenarannya melalui metode-metode ilmiah. Dari kedua kata di
atas, dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan karya tulis ilmiah
adalah karya tulis yang disusun secara sistematis menurut kaedah-kaedah
tertentu berdasarkan hasil berpikir ilmiah dan metode ilmiah.
Berdasarkan pengertian di atas, yang dapat dikategorikan sebagai karya
tulis ilmiah adalah makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan
penelitian. Hal ini disebabkan karena karya tulis tersebut dikembangkan
dengan menggunakan metode ilmiah. Makalah merupakan karya tulis ilmiah
yang ditulis untuk memenuhi tugas-tugas perkuliahan atau untuk seminar.
Penelitian ilmiah merupakan karya tulis yang lebih ditujukan untuk
mengembangkan ilmu atau menguji kebenaran ilmu (teori). Skripsi, tesis,
disertasi, dan laporan penelitian merupakan karya tulis sebagai hasil
dari suatu penelitian. Skripsi, tesis, dan disertasi ditulis pada akhir
paragraf, suatu studi untuk mendapatkan gelar tertentu. Skripsi ditulis
untuk memperoleh gelar kesarjanaan oleh mahasiswa setingkat S.I. Tesis
ditulis untuk meraih gelar magister (master) oleh mahasiswa setingkat
S.2. Dan disertasi ditulis untuk gelar doktor oleh mahasiswa setingkat
S.3.
Penulis karya ilmiah adalah orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan
(ilmuan). Sekurang-kurangnya, ia memiliki pengetahuan dalam bidang yang
ditulisnya. Oleh karena penulis karya ilmiah adalah seorang ilmuan,
kepadanya dituntut untuk memiliki sifat terbuka, jujur, kritis, teliti,
tidak mudah percaya sebelum ada pembuktian, tidak cepat putus asa, dan
tidak cepat merasa puas dengan pekerjaan atau hasil karyanya.
Sifat-sifat di atas oleh Nana Sujana (1984: 4) disebut dengan sikap
ilmiah. Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah kesediaan menerima umpan
balik dari orang lain, baik dalam bentuk yang menyenangkan ataupun yang
menyakitkan. Tidak selamanya karya tulis seorang ilmuan diterima oleh
pembaca. Pemahaman yang pro dan kontra selalu mengiringi karya itu.
Apapun pendapat pembaca terhadap karya tulis itu penulis harus
menerimanya. Berdasarkan masukan tersebut, dengan kritis penulis mencoba
menganalisisnya, Masukan ini sangat besar artinya untuk menyempurnakan
karya tulis yang ada, atau karya tulis yang akan muncul. Secara tersirat
keterbukaan ini memperlihatkan sikap penulis yang demokratis dan tidal,
picik.
Seorang penulis karya ilmiah harus jujur. Ia harus mampu mengemukakan
sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak merekayasa data
sesuai dengan "pesanan". Sekiranya ia mengutip pendapat orang lain, ia
harus mengakui bahwa itu bukan pendapatnya. Karena itu ia mesti
membuatkan notasi ilmiahnya. Sekiranya notasi ilmiah ini tidak
dibuatkan, maka penulis tersebut tidak lebih dari seorang plagiator.
Seorang penulis karya ilmiah juga diharuskan memiliki sifat kritis dan
teliti. Ia harus mampu menganalisis segala sesuatunya secermat mungkin,
sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya. Analisis yang kritis itu harus
dilakukan secara hati-hati dan teliti. Dalam bidang ilmu pengetahuan
alam atau bidang-bidang keilmuan yang bersifat eksak tuntutan terhadap
kekritisan dan ketelitian sangat tinggi, Kekurang tajaman analisis dan
kekurang telitian dalam bekerja dapat mendatangkan akibat yang sangat
fatal. Sampai sekarang kita masih ingat peristiwa Chernobel, suatu
peristiwa kekurangtelitian dan kekurang hati-hatian yang mengakibatkan
kematian.
Ilmu dimulai dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari keragu-raguan menjadi
yakin. Filsafat keilmuan adalah filsafat epistemologi, yaitu selalu
mencari tahu, selalu berusaha menjawab pertanyaan "apa" dan "bagaimana".
Seorang ilmuan harus memiliki sifat keingintahuan yang besar. la tidak
mudah percaya begitu saja dengan apa yang di dengar, di lihat, atau
dibacanya. Setiap informasi yang diperolehnya tidak diterimanya begitu
saja. Sebelum diterima, informasi itu harus dibuktikan kebenarannya.
Pembuktian kebenaran ini dapat dilakukan secara rasional didasarkan
kepada teori-teori. Dengan kata lain, seorang ilmuan baru dapat menerima
suatu informasi itu benar secara teori dam diterima oleh akal.
Pembuktian secara empiris. didasarkan kepada fakta-fakta yang dapat
diamati. Sekiranya informasi itu sesuai dengan fakta yang ada barulah
informasi itu dapat diterima.
Cepat putus asa dam lari dari masalah yang sedang dihadapi bukanlah
suatu sikap yang terpuji. Tidak hanya dalam bidang keilmuan, dalam
kehidupan sehari-hari pun sikap ini tidak berterima bagi siapapun.
Seorang ilmuan yang cepat putus asa akan selalu melahirkan karya yang
asal jadi. Pembahasannya tidaklah tuntas. Untuk karya tulis ilmiah
ketidaktuntasan pembahasan masalah tidaklah dapat diterima.
Ketidaktuntasan tidak terselesaikan permasalahan, malahan sebaliknya,
yaitu sering mendatangkan masalah baru. Karya yang lahir akibat putus
asa adalah karya yang dipaksakan "kelahirannya". Biasanya karya seperti
ini sering menimbulkan pemahaman dam penafsiran yang berbeda. Pada hal
keberagaman pemahaman ini tidak boleh terjadi dalam memahami karya tulis
ilmiah.
Seorang ilmuan yang cepat puas, karya yang telah dihasilkannya cenderung
tidak mampu menghasilkan karya lanjutan (lain) yang lebih berbobot.
Rasa cepat puas dalam bidang keilmuan tidaklah baik, Rasa ini sering
membawa keterlenaan, mengendurkan kearifan, dam memperlemah daya kritis.
Seorang ilmuan tidaklah dilarang menikmati karya tulis yang telah
dihasilkannya. Yang tidak boleh adalah puas dengan apa yang ada, tidak
pernah skeptis terhadap apa yang ada tersebut. Pada hal. karya tulis
yang telah dihasilkan tersebut mungkir, masih memiliki
kekurangan-kekurangan. Itulah sebabnya seorang ilmuan harus punya sifat
kritis analitis. Bukan cepat puas atau terlena.
Melalui berbagai sikap ilmiah di atas, kemampuan menulis karya ilmiah
dapat lebih ditingkatkan. Pada hematnya jenis. karya ilmiah seperti yang
telah dijelaskan di atas adalah sama sebab sama-sama menggunakan metode
ilmiah. Yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya adalah
dalam hal kadar keilmiahannya, bobot masalah yang dibahas, dan
penggunaan metodologi. Jumlah halaman, kertas yang digunakan, dan
kerapian penjilidan belum dapat dijadikan sebagai tolak ukur ilmiah
tidaknya sebuah karya tulis.
1.2 Berpikir dan Metode Ilmiah
Di atas telah dijelaskan bahwa metode yang digunakan dalam menulis karya
ilmiah adalah metode ilmiah. Menurut Yuyun S. Suriasumantri (1985; 119)
metode ilmiah merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan pengetahuan
yang disebut dengan ilmu. Jadi, ilmu merupakan pengetahuan yang
didapatkan melalui metode ilmiah. Merujuk kepada pendapat Peter R. Senn
lebih lanjut Suriasumantri mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
metode merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu
dengan langkah-langkah yang teratur dan sistematis. Dalam hal ini dapat
juga ditambahkan dengan kritis dan analitis.
Landasan dari metode ilmiah adalah kemampuan berpikir ilmiah, sedangkan
dasar dari berpikir ilmiah adalah kemampuan otak dalam memecahkan dan
menganalisis suatu masalah. Berpikir ilmiah tidak sama dengan berpikir
biasa. Walaupun kegiatan berpikir apapun sama-sama merupakan kegiatan
mental, namun dalam berpikir ilmiah kegiatan mental itu berlangsung
secara sistematis dan berdasarkan aturan-aturan tertentu dalam rangka
mendapatkan ilmu pengetahuan. Tidak semua kegiatan berpikir menghasilkan
pengetahuan. Hampir setiap hari manusia melakukan kegiatan berpikir,
tetapi ilmu pengetahuan tidak setiap hari dihasilkan oleh orang yang
berpikir tersebut. Kenyataan ini menginformasikan bahwa kegiatan
berpikir ilmiah berorientasi kepada, ilmu pengetahuan, sedangkan
berpikir yang lainnya tidak berorientasi kepada ilmu pengetahuan.
Kegiatan berpikir ilmiah dimulai dari suatu masalah. Kemampuan mereaksi
terhadap masalah inilah, yang menentukan ilmiah tidaknya kegiatan
berpikir yang dilakukan. Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak
masalah keilmuan yang dapat diamati dan dicarikan pemecahannya. Akan
tetapi sangat banyak masalah tersebut yang tidak terselesaikan, sebab
tidak setiap manusia mempunyai kemampuan menyelesaikannya secara ilmiah.
Dengan kata lain, tidak setiap manusia mempunyai kemampuan berpikir
ilmiah, Sangat banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir
ilmiah. Selain dari masalah genetika (keturunan) dalam bentuk IQ, bakat
dan motivasi yang besar, kemampuan reseptif yang baik, dan latihan
menganalisis masalah. Sikap kritis pun dapat meningkatkan kemampuan
berpikir ilmiah.
Berpikir ilmiah tidak dapat dilepaskan dari berpikir deduktif dan
induktif. berpikir ilmiah dibangun oleh kedua unsur berpikir tersebut.
Berpikir deduktif sering juga disebut dengan berpikir rasional. Dalam
berpikir deduktif kesimpulan dari suatu permasalahan ditarik dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang bergerak dari pernyataan umum ke
pernyataan khusus. Contoh klasik yang sering dikemukakan adalah tentang
pemuaian dan zat padat (logam). Bila dalam pernyataan umum dikemukakan
bahwa setiap zat padat logam bila dipanaskan akan memuai. Dalam
kenyataan benda-benda seperti besi, seng, emas, perak, dan kuningan
termasuk benda padat jenis logam, maka dalam pernyataan khusus
(kesimpulan) dapat dikatakan bahwa besi, seng, emas, perak, dan kuningan
akan memuai bila dipanaskan.
Berpikir induktif merupakan kebalikan dari berpikir deduktif. Berpikir
induktif ini sering juga disebut dengan berpikir empiris. Dalam hal ini,
keterandaian data dan fakta secara kuantitatif dan kualitatif sangat
besar peranannya untuk menarik kesimpulan. Berpikir induktif merupakan
kebalikan dari berpikir deduktif. Kesimpulan yang diperoleh dari
berpikir induktif adalah kesimpulan yang ditarik dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang bergerak dari pernyataan sebagai contoh dapat
dikemukakan kebalikan contoh di atas. Kalau dalam pernyataan khusus
dikemukakan bahwa besi, seng, emas, perak, dan kuningan akan memuai bila
dipanaskan. Besi, seng, emas, perak, dan kuningan adalah zat padat
jenis logam, maka dalam pernyataan umum (kesimpulan) dapat dikemukakan
bahwa setiap zat padat logam akan memuai jika dipanaskan. Di atas telah
dijelaskan bahwa kegiatan ilmiah dimulai dari masalah dan mengamati
masalah. Kegiatan tersebut tidaklah terhenti sampai disitu saja,
melainkan ada tahap-tahap selanjutnya yang harus dilalui, seperti
perumusan masalah/hipotesis, mengumpulkan dan mengolah data, dan menarik
kesimpulan. Sehubungan dengan ini Nana Sudjana (1988 ; 5) mengemukakan
bahwa proses berpikir ilmiah selalu menempuh langkah-langkah tertentu
yang disangga oleh tiga unsur pokok, yaitu (1) pengajuan masalah, (2)
perumusan hipotesis, dan (3) verifikasi data. SIP Selanjutnya
dijelaskan, cara berpikir atau proses berpikir yang terstruktur seperti
inilah yang menjadi landasan metode ilmiah. Dengan kata lain dapat
dijelaskan bahwa metode i1miah tersebut adalah metode logika-hipotiko
verivikatif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan
logika adalah pengetahuan tentang kaedah berpikir, atau jalan pikiran
yang masuk akal. Sesuatu yang masuk akal adalah sesuatu yang logis.
Logika mengandalkan kemampuan berpikir, baik kemampuan berpikir induktif
maupun kemampuan berpikir deduktif atau gabungan dari kedua bentuk
berpikir tersebut. Sebagai suatu kegiatan keilmuan, dasar metode ilmiah
ini adalah kemampuan berpikir, yaitu berpikir ilmiah, Melalui
serangkaian proses berpikir ilmiah seperti yang telah dijelaskan di
atas, hasil kegiatan berpikir ini dapat diterima dan dibuktikan
keberandaannya. Apakah pembuktian itu secara rasio, dalam arti melalui
telaahan berdasarkan teori-teori terkait, ataupun pembuktian secara.
empiris, yaitu dengan memperlihatkan dan fakta. Prosedur selanjutnya
dari metode ilmiah adalah mengajukan hipotesis. Hipotesis adalah jawaban
sementara dari suatu penelitian. Jawaban sementara inilah yang hendak
dibuktikan kebenaran atau ketidakbenarannya. Fungsi hipotesis adalah
untuk mengarahkan pelaksanaan penelitian. Hipotesis merupakan sentral
dari suatu penelitian. Segala keylatan yang dilakukan harus mengacu
kepada pembuktian hipotesis. Dalam sebuah penelitian bisa saja tidak
hipotesis yang diajukan, melainkan pertanyaan penelitian. Terhadap hal
yang seperti ini tidaklah; ada salahnya. Fungsi pertanyaan penelitian
tidaklah jauh bedanya dengar, fungsi hipotesis- penelitian; Kedua-duanya
sama-sama berfungsi untuk mengarahkan penelitian. Kalau hipotesis
merupakan suatu hal yang ingin dibuktikan kebenarannya, maka pertanyaan
penelitian adalah sesuatu yang perlu dicari jawabannya. Penyelesaian
dari keduanya adalah dengan mengadakan penelitian.
Akhir dari metode ilmiah adalah verifikasi data. Verifikasi data
dimaksudkan sebagai kegiatan mengumpulkan data, menganalisis data,
membahas hasil analisis data, dan menarik kesimpulan dalam bentuk
pembuktian hipotesis atau jawaban pertanyaan penelitian. Kegiatan
verifikasi data dapat dikatakan sebagai kegiatan inti dari suatu
penelitian. Pelaksanaan kegiatan penelitian terdapat pada tahap
verifikasi data ini. Pada tahap inilah temuan dari suatu penelitian
diperoleh. Kalau pada, dua tahap sebelumnya penekanan kegiatan hanya
pada mendudukkan permasalahan, maka. pada tahap verifikasi data
realisasi dari segala perencanaan itu diterapkan. Rumusan masalah dan
hipotesis atau pertanyaan-penelitian tidaklah ada artinya bila tidak
dilanjutkan dengan kegiatan verifikasi data. Rumusan masalah dan
hipotesis hanyalah angan-angan semata, bila tidak diikuti oleh kegiatan
pengumpulan data, pengolahan data, dan pengujian hipotesis serta
penarikan kesimpulan. Itulah sebabnya kegiatan verifikasi data merupakan
init kegiatan dari suatu penelitian. Berdasarkan hasil penelitian (baik
lapangan maupun kepustakaan) inilah disusun sebuah karya tulis, yaitu
karya tulis ilmiah.
1.3 Jenis-Jenis Karya Tulis Ilmiah
Telah dijelaskan bahwa karya tulis ilmiah merupakan karya tulis yang
dihasilkan dengan menggunakan metode ilmiah yang pelaksanaannya
dilakukan secara sistematis, kritis dan teliti. Melalui prosedur kerja
yang seperti inilah muncul karya tulis ilmiah. Secara umum orang
cenderung beranggapan bahwa karya tulis ilmiah ini terdiri dari makalah
dan laporan penelitian. Anggapan ini tidaklah ada salahnya, akan tetapi
juga tidak ada salahnya untuk membagi anggapan tersebut atas pembagian
berikut.
Makalah merupakan suatu karya tulis ilmiah yang membahas suatu
permasalahan. Biasanya penulisan dimaksudkan untuk dibicarakan dalam
suatu pertemuan ilmiah (seminar, konfrensi, musyawarah dan lain-lain)
atau dalam upaya memperbaiki/meningkatkan suatu program tertentu.
Bagi kalangan mahasiswa, makalah ini dimaksudkan untuk melengkapi
tugas-tugas (akhir) yang diberikan oleh dosen atau sebagai tugas akhir
pengganti skripsi (bagi mahasiswa yang mengambil jalur makalah).
Berdasarkan sasaran akhir dari penulisan makalah ini, maka jenis makalah
dapat dibedakan atas tiga, yaitu;
1. Makalah sebagai pelengkap tugas-tugas perkuliahan mata kuliah tertentu, makalah tugas,
2. Makalah sebagai pelengkap tugas akhir untuk menyelesaikan suatu program studi, sebagai pengganti skripsi, dan
3. Makalah sebagai wadah untuk suatu pembicaraan dalam pertemuan ilmiah, makalah seminar.
Dalam menulis makalah, tidak seluruh metode ilmiah dipergunakan. Namun
hal ini bukan berarti bahwa keilmiahan sebuah makalah akan hilang. Pada
satu sisi, ada makalah yang disusun hanya berdasarkan pada pola berpikir
rasional, yaitu dengan mengandalkan kajian teoritis. Pada sisi yang
lain, ada makalah yang pembahasannya hanya didasarkan pada data empiris
yaitu berupa pemaparan dan pendeskripsian temuan-temuan di lapangan.
Berdasarkan kenyataan-ini, maka kerangka berpikir penciptaan makalah
dapat dilakukan secara, deduktif atau induktif. Pembahasan sebuah
permasalahan dalam bentuk makalah biasanya diuraikan dalam tiga bagian
pokok, Yaitu : (1) pendahuluan atau pengajuan masalah, (2) pembahasan
atau pemecahan masalah, dan (3). penutup atau kesimpulan. Melalui ketiga
bagian pokok inilah segala permasalahan diuraikan sehingga menjadi
sebuah makalah.
Bagaimanakah halnya dengan artikel? Pada hematnya antara makalah dengan
artikel terdapat kesamaan. Hal ini disebabkan karena proses penyusunan
kedua jenis tulisan tersebut menggunakan kerangka, berpikir yang sama,
yaitu pola berpikir deduktif atau induktif. Kalaupun terdapat perbedaan,
maka perbedaan itu cenderung terletak pada pola penyampaian dan tujuan
penulisan. Artikel merupakan jenis karya tulis, ilmiah yang dimaksudkan
untuk dipublikasikan melalui media cetak (koran, majalah, atau tabloid).
Akibat sasaran/tujuannya adalah publikasi, maka, pola penyampaiannya
banyak sedikitnya telah mempertimbangkan calon pembaca. Dengan demikian
kemurnian keilmiahan terhadap pembahasan masalah tentu terpengaruh.
Bahasa yang digunakan telah direkayasa sedemikian rupa. Artinya
kata-kata atau kalimat yang dipakai disusun dengan mempertimbangkan
calon pembaca. mungkin inilah sebabnya artikel ini sering juga disebut
dengan tulisan semi ilmiah atau tulisan kreatif. Dalam pembicaraan
selanjutnya artikel ini tidak akan dibicarakan.
Berbeda dari makalah, laporan penelitian (skripsi, tesis, dan disertasi)
disusun dengan menggunakan kerangka berpikir yang komplek. Landasan
berpikir dari skripsi, tesis, dan disertasi tidak hanya pada satu pola
berpikir (deduktif atau induktif), akan tetapi didasarkan kepada kedua
pola berpikir tersebut. Gabungan kedua pola pikir off ilmiah inilah yang
melahirkan metode ilmiah yaitu logika, hipotesiko, dan verivikatif.
Dengan kata lain, skripsi, two tesis, dan disertasi selalu melalui
tahapan pengajuan masalah, kajian teori, hipotesis/pertanyaan,
verifikasi data, dan kesimpulan. Akibat adanya perbedaan ini, maka
proses menghasilkan makalah jauh lebih mudah dari pada proses
menghasilkan skripsi, tesis, atau disertasi. Akan tetapi, hasil dari
penulisan skripsi, tesis, disertasi, atau laporan penelitian jauh lebih
bermakna, setidak tidaknya dalam dunia akademik, yaitu dalam rangka
meraih gelar sarjana, master (magister), atau doktor. Prosedur
menghasilkan sebuah laporan penelitian (skripsi, tesis, disertasi, atau
laporan penelitian) memang tidak mudah. Banyak proses dan tahapan yang
harus dilalui. Pada umumnya tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut.
(Secara terinci, langkah-langkah penulisan karya tulis ilmiah akan
dibicarakan pada Bab II).
Berdasarkan garis besar tahapan di atas, seolah-olah antara skripsi,
tesis dan disertasi adalah sama. Apakah memang demikian halnya ?
Sebenarnya antara skripsi, tesis dan disertasi tidaklah sama.
Ketidaksamaan tersebut pada hakikatnya terletak pada tingkatannya
(perbedaan gradual). Lebih lanjut Sudjana (1988 : 96) mengemukakan
kemungkinan perbedaan tersebut terletak pada hal-hal berikut :
Kemungkinan Perbedaan Skripsi – Tesis – Disertasi
Aspek/Unsur Skripsi (S1) Tesis (S2) Disertasi (S3)
1. Permasalahan
2. Variabel
3. Tujuan
4. Metodologi Penelitian
5. Analisis Data
6. Skala Pengukuran Masalah dapat diangkat dari pengalaman empirik,
sifatnya tidak terlalu spesifik/mendalam/analitik asal cukup jelas dan
terbatas
Bias satu variable, atau hubungan dua variable bevariabel
Mendeskripsikan variable dan atau hubungan dua variable
Histories atau deskriptif, studi korelasi
Statistika deskriptif dan atau estetika analitik sederhana non parametric
Ordinal, nominal dan atau interval Diangkat dari pengalaman empirik atau
dari berpikir teoritik, sifat mengarah kepada yang spesifik teoritik
Minimal hubungan dua variable multi variat
Mendeskripsikan dan mengkaji secara analitik hubungan / pengaruh variable
Expost facto, quasi experiment (semi eksperimen)
Statistika deskriptif dan statistik non paramerik dan atau non paramerik
Minimal, nominal dan interval
Diangkat dari kajian teoritik yang didukung oleh fakta empirik sifat lebih speifik/mendalam (analitik)
Dua variable multivariate atau tiga variable
Menguji atau menemukan hubungan antar variable dan pengaruh variable satu terhadap variable lain
Eksperimen minimal semi eksperimen
Statistika deskriptif dan statistika analitik/inferensial statistika paramerik
Interval rasio kecuali untuk penelitian kualitatif
Selain dari perbedaan di atas, dari segi manfaat juga terdapat
perbedaan, yaitu skripsi di buat untuk memperoleh gelar kesarjanaan,
tesis untuk meraih gelar magister atau master, dan disertasi untuk
meraih gelar doctor.
Pada uraian terdahulu telah dijelaskan bahwa antara makalah dengan
skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian terdapat perbedaan,
terutama dalam hal kerangka berpikir. Perbedaan tersebut dapat
digambarkan dalam bentuk diagram berikut. (Sudjana, 1988 : 18)
PERBEDAAN KERANGKA BERPIKIR ANTARA
MAKALAH DENGAN SKRIPSI, TESIS DAN DESERTASI
Sekalipun terdapat perbedaan antara makalah dengan skripsi, tesis,
desertasi, dan laporan penelitian, kelima jenis tulisan tetap karya
tulis ilmiah. Hal ini disebabkan karena kelima jenis tulisan itu
memiliki pola yang sama. Kesamaan itu setidak-tidaknya adalah dalam hal
(1) adanya pengajuan masalah, (2) adanya kaitan teori sebagai landasan
dalam pembahasan, (3) adanya kesimpulan sebagai hasil dari pembahasan
1.4 Karya Tulis Ilmiah Dan Non Ilmiah
uraian-uraian pada bab terdahulu telah menjelaskan perihal karya tulis
ilmiah. Kenyataan memperlihatkan ada tulisan ilmiah, tentu ada pula
karya tulis yang tidak ilmiah. Kenyataan memperlihatkan bahwa memang ada
karya tulis yang bukan merupakan karya tulis ilmiah. Dengan kata lain,
ada karya tulis yang ditulis dengan tidak menggunakan kerangka berpikir
ilmiah dari metode ilmiah. Karya-karya tulis yang seperti ini sering
disebut dengan karya fiksi atau karya tulis dalam bentuk cerita.
Antara karya tulis ilmiah dengan karya yang non ilmiah ini banyak
terdapat perbedaan. Pada hakekatnya perbedaan itu dapat ditinjau dari
beberapa titik pengamatan. Untuk jelasnya perhatikanlah table berikut,
Table 1. Perbedaan Antara Karya Tulis Ilmiah Dengan Non Ilmiah
No Titik pengenalan Karya tulis ilmiah Karya tulis non ilmiah
(1) (2) (3) (4)
1. Akhir-akhir ini tuntutan terhadap kemampuan menulis karya ilmiah
semakin dirasakan. Tidak saja dikalangan kaum akademik, dan intelektual,
kebutuhan kemampuan inipun disadari oleh kalangan lain.
2. secara tegas karya ilmiah dapat dibedakan atas makalah, skripsi, tesis, desertasi dan laporan penelitian
3. seorang penulis karya ilmiah haruslah memiliki sikap ilmiah, yaitu
terbuka, jujur, kritis, teliti, tidak Mudah percaya sebelum ada
pembuktian, tidak cepat putus asa, dan tidak cepat puas sebelum
pekerjaannya selesai.
4. Kerangka berpikir yang dipakai dalam menulis karya ilmiah adalah
berpikir i1miah, misalnya berpikir dedukatif dan induktif. Sedangkan
metode yang digunakan adalah metode ilmiah, yaitu metode logiko
hipatiko, dan verifikatif.
5. Selain dari karya tulis ilmiah, juga terdapat karya tulis non-ilmiah,
Untuk membedakan kedua jenis karya tulis ini dapat ditentukan dari
berbagai titik pengamatan. Misalnya, permasalahan, bahasa, efek bagi
pembaca, pola pengembangan tujuan, jenis, dan lain-lain.
Pertanyaan Latihan
Petunjuk
Pahamilah rangkaian pertanyaan berikut ini dengan baik, kemudian buatlah
jawaban Saudara pada kertas bergaris sesuai dengan apa yang dikehendaki
oleh soal.
Pertanyaan
1. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan menulis dan menulis karya ilmiah.
2. Bandingkanlah antara, tulisan ilmiah dengan tulisan non-ilmiah. Berdasarkan perbandingan tersebut kemukakan komentar Saudara.
3. Apa-apa sajakah yang termasuk ke dalam jenis karya tulis ilmiah? Jelaskanlah jawaban Saudara tersebut.
4. Jelaskanlah peranan berpikir dalam menulis karya i1miah.
5. Bagaimanakah landasan, berpikir, makalah, skripsi, tesis, dan desertasi?
6. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan berpikir induktif dan berpikir deduktif. Berilah contoh uraian Saudara tersebut.
7. Uraikan dan jelaskanlah yang dimaksud dengan metode ilmiah!
8. Bagaimanakah peran karya tulis i1miah dalam menyangga ilmu pengetahuan alam?
9. Uraikan dan jelaskanlah bagian-bagian pokok yang ada dalam pengembangan suatu makalah.
Contoh-contoh bidang garapan PTK:
1) metode mengajar, mungkin mengganti metode tradisional dengan metode penemuan;
2) strategi belajar, menggunakan pendekatan integratif pada pembelajaran daripada satu gaya belajar mengajar;
3) prosedur evaluasi, misalnya meningkatkan metode dalam penilaian kontinyu/otentik;
4) penanaman atau perubahan sikap dan nilai, mungkin mendorong timbulnya
sikap yang lebih positif terhadap beberapa aspek kehidupan;
5) pengembangan profesional guru misalnya meningkatkan keterampilan
mengajar, mengembangkan metode mengajar yang baru, menambah kemampuan
analisis, atau meningkatkan kesadaran diri;
6) pengelolaan dan kontrol, pengenalan bertahap pada teknik modifikasi perilaku; dan
7) administrasi, menambah efisiensi aspek tertentu dari administrasi sekolah (Cohen dan Manion, 1980: 181).
Bidang Kajian Penelitian
1. Masalah belajar siswa sekolah (termasuk di dalam tema ini, antara
lain: masalah belajar di kelas, kesalahan-kesalahan pembelajaran,
miskonsepsi, dan sebagainya);
2. Desain dan strategi pembelajaran di kelas (termasuk dalam tema ini,
antara lain: masalah pengelolaan dan prosedur pembelajaran, implementasi
dan inovasi dalam metode pembelajaran, interaksi di dalam kelas, dan
sebagainya);
3. Alat bantu, media, dan sumber belajar (termasuk dalam tema ini,
antara lain: masalah penggunaan media, perpustakaan, dan sumber belajar
di dalam/luar kelas, dan sebagainya);
4. Sistem evaluasi (termasuk dalam tema ini, antara lain: masalah
evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan instrumen evaluasi
berbasis kompetensi, dan sebagainya);
5. Masalah kurikulum (termasuk dalam tema ini, antara lain: masalah
implementasi KBK, interaksi guru-siswa, siswa-bahan abelajar, dan
lingkungan pembelajaran, dan sebagainya.
A. Strategi penyampaian bahan ajar oleh Guru
1. Strategi urutan penyampaian simultan
Jika guru harus menyampaikan materi pembelajaran lebih daripada satu,
maka menurut strategi urutan penyampaian simultan, materi secara
keseluruhan disajikan secara serentak, baru kemudian diperdalam satu
demi satu (Metode global). Misalnya guru akan mengajarkan materi
Sila-sila Pancasila yang terdiri dari lima sila. Pertama-tama Guru
menyajikan lima sila sekaligus secara garis besar, kemudian setiap sila
disajikan secara mendalam.
2. Strategi urutan penyampaian suksesif
Jika guru harus manyampaikan materi pembelajaran lebih daripada satu,
maka menurut strategi urutan panyampaian suksesif, sebuah materi satu
demi satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan
menyajikan materi berikutnya secara mendalam pula. Contoh yang sama,
misalnya guru akan mengajarkan materi Sila-sila Pancasila. Pertama-tama
guru menyajikan sila pertama yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Setelah
sila pertama disajikan secara mendalam, baru kemudian menyajikan sila
berikutnya yaitu sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Strategi penyampaian fakta
Jika guru harus menyajikan materi pembelajaran termasuk jenis fakta
(nama-nama benda, nama tempat, peristiwa sejarah, nama orang, nama
lambang atau simbol, dsb.) strategi yang tepat untuk mengajarkan materi
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sajikan materi fakta dengan lisan, tulisan, atau gambar.
2. Berikan bantuan kepada siswa untuk menghafal. Bantuan diberikan dalam
bentuk penyampaian secara bermakna, menggunakan jembatan ingatan,
jembatan keledai, atau mnemonics, asosiasi berpasangan, dsb. Bantuan
penyampaian materi fakta secara bermakna, misalnya menggunakan cara
berpikir tertentu untuk membantu menghafal. Sebagai contoh, untuk
menghafal jenis-jenis sumber belajar digunakan cara berpikir: Apa, oleh
siapa, dengan menggunakan bahan, alat, teknik, dan lingkungan seperti
apa? Berdasar kerangka berpikir tersebut, jenis-jenis sumber belajar
diklasifikasikan manjadi: Pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan
lingkungan. Bantuan mengingat-ingat jenis-jenis sumber belajar tersebut
menggunakan jembatan keledai, jembatan ingatan (mnemonics) menjadi
POBATEL (Pesan, orang bahan, alat, teknik, lingkungan).
Bantuan menghafal berupa asosiasi berpasangan (pair association)
misalnya untuk mengingat-ingat di mana letak stalakmit dan stalaktit
pada pelajaran sains. Apakah stalaktit di atas atau di bawah? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, pasangkan huruf T pada atas, dengan T pada
tit-nya stalaktit. Jadi stalaktit terletak di atas, sedangkan stalakmit
terletak di bawah.
Contoh lain penggunaan jembatan keledai atau jembatan ingatan: (1)
PAO-HOA (Panas April-Oktober, Hujan Oktober – April). (2) Untuk
menghafal nama-nama bulan yang berumur 30 hari digunakan AJUSENO (April,
Juni, September, Nopember).
4. Strategi penyampaian konsep
Materi pembelajaran jenis konsep adalah materi berupa definisi atau
pengertian. Tujuan mempelajari konsep adalah agar siswa paham, dapat
menunjukkan ciri-ciri, unsur, membedakan, membandingkan,
menggeneralisasi, dsb.
Langkah-langkah mengajarkan konsep: Pertama sajikan konsep, kedua
berikan bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan
contoh), ketiga berikan latihan (exercise) misalnya berupa tugas untuk
mencari contoh lain, keempat berikan umpan balik, dan kelima berikan tes
Contoh:
Penyajian konsep tindak pidana pencurian
Langkah 1: Penyajian konsep
Sesuai pasal 362 KUHP, "Barang siapa dengan sengaja mengambil barang
milik orang lain dengan melawan hukum dengan maksud untuk dimiliki
dihukum dengan hukuman penjara sekurang-kurangnya … tahun."
Langkah 2: Pemberian bantuan
1. Murid dibantu untuk menghafal konsep dengan kalimat sendiri, tidak
harus hafal verbal terhadap konsep yang dipelajari (dalam hal ini Pasal
pencurian).
2. Tunjukkan unsur-unsur pokok konsep tindak pidana pencurian, yaitu:
1. Mengambil barang (bernilai ekonomi)
2. Barang itu milik orang lain
3. Dengan melawan hukum (tanpa seijin yang empunya)
4. Dengan maksud dimiliki (mengambil uang untuk jajan).
Contoh positif: Wawan malam hari masuk pekarangan Ali dengan merusak
pintu pagar (sengaja) mengambil (melawan hukum) material bangunan berupa
besi beton (barang milik orang lain), kemudian dijual, uangnya untuk
membeli beras (dengan maksud dimiliki). Contoh negatif/salah (bukan
contoh tapi mirip): Badu meminjam sepeda Gani tidak dikembalikan
melainkan dijual uangnya untuk membeli makan. Dari contoh negatif atau
contoh yang salah ini, unsur-unsur "sengaja mengambil barang milik orang
lain dengan maksud dimiliki" terpenuhi, tetapi ada satu unsur yang
tidak terpenuhi, yaitu "melawan hukum", karena "meminjam". Jadi
pengambilan barang seijin yang empunya. Karena itu perbuatan tersebut
bukan termasuk tindak pidana pencurian, melainkan penggelapan.
Langkah 3: Latihan
Pertama-tama murid diminta menghafal dengan kalimat sendiri (hafal
parafrase) Kemudian murid diminta memberikan contoh kasus pencurian lain
selain yang dicontohkan oleh guru untuk mengetahui pemahaman murid
terhadap materi tindak pidana pencurian.
Langkah 4: Umpan balik
Berikan umpan balik atau informasi apakah murid benar atau salah dalam
memberikan contoh. Jika benar berikan konfirmasi, jika salah berikan
koreksi atau pembetulan.
Langkah 5: Tes
Berikan tes untuk menilai apakah siswa benar-benar telah paham terhadap
materi tindak pidana pencurian. Soal tes hendaknya berbeda dengan contoh
kasus yang telah diberikan pada saat penyempaian konsep dan soal
latihan untuk menghindari murid hanya hafal tetapi tidak paham.
Strategi penyampaian materi pembelajaran prinsip
Termasuk materi pembelajaran jenis prinsip adalah dalil, rumus, hukum (law), postulat, teorema, dsb.
Langkah-langkah mengajarkan atau menyampaikan materi pembelajaran jenis prinsip adalah :
3. Sajikan prinsip
4. Berikan bantuan berupa contoh penerapan prinsip
5. Berikan soal-soal latihan
6. Berikan umpan balik
7. Berikan tes.
Contoh:
Cara mengajarkan rumus menghitung luas bujur sangkar dengan tujuan agar siswa mampu menerapkan rumus tersebut.
Langkah 1: Sajikan rumus
Rumus menghitung luas bujur sangkar adalah: Sisi X Sisi atau sisi kuadrat.
Langkah 2: Memberikan bantuan
Berikan bantuan cara menghafal rumus dilengkapi contoh penerapan rumus
menghitung luas bujur sangkar. Misalnya sebuah karton bangun bujur
sangkar dengan panjang sisi 30 cm.
Rumus: Luas bujur sangkar = S X S.
Luas karton adalah 30 X 30 X 1 cm2 = 900 cm2.
Langkah 3: Memberikan latihan
Berikan soal-soal latihan penerapan rumus dengan bilangan-bilangan yang
berbeda dengan contoh yang telah diberikan. Misalnya selembar kertas
panjangnya berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi 40 cm. Hitunglah
luasnya.
Langkah 4: Memberikan umpan balik
Beritahukan kepada siswa apakah jawaban mereka betul atau salah. Jika
betul berikan penguatan atau konfirmasi. Misalnya, "Ya jawabanmu betul".
Jika salah berikan koreksi atau pembetulan.
Langkah 5: Berikan tes
Berikan soal-soal tes secukupnya menggunakan bilangan yang berbeda
dengan soal latihan untuk meyakinkan bahwa siswa bukan sekedar hafal
soal tetapi betul-betul menguasai cara menghitung luas bujur sangkar.
5. Strategi penyampaian prosedur
Tujuan mempelajari prosedur adalah agar siswa dapat melakukan atau
mempraktekkan prosedur tersebut, bukan sekedar paham atau hafal.
Termasuk materi pembelajaran jenis prosedur adalah langkah-langkah
mengerjakan suatu tugas secara urut. Misalnya langkah-langkah menyetel
televisi.
Langkah-langkah mengajarkan prosedur meliputi:
1. Menyajikan prosedur
2. Pemberian bantuan dengan jalan mendemonstrasikan bagaimana cara melaksanakan prosedur
3. Memberikan latihan (praktek)
4. Memberikan umpan balik
5. Memberikan tes.
Contoh:
Prosedur menelpon di telpon umum koin.
Langkah-langkah mengajarkan prosedur:
Langkah 1: Menyajikan prosedur
Sajikan langkah-langkah atau prosedur menelpon dengan menggunakan bagan arus (flow chart)
Langkah 2: Memberikan bantuan
Beri bantuan agar murid hafal, paham, dan dapat menelpon dengan jalan mendemonstrasikan cara menelpon.
Langkah 3: Pemberian latihan
Tugasi siswa paraktek berlatih cara menelpon.
Langkah 4: Pemberian umpan balik
Beritahukan apakah yang dilakukan siswa dalam praktek sudah betul atau
salah. Beri konfirmasi jika betul, dan koreksi jika salah.
Langkah 5: Pemberian tes
Berikan tes dalam bentuk "do it test", artinya siswa disuruh praktek, lalu diamati.
6. Strategi mengajarkan/menyampaikan materi aspek afektif
Termasuk materi pembelajaran aspek sikap (afektif) menurut Bloom (1978)
adalah pemberian respons, penerimaan suatu nilai, internalisasi, dan
penilaian.
Beberapa strategi mengajarkan materi aspek sikap antara lain: penciptaan
kondisi, pemodelan atau contoh, demonstrasi, simulasi, penyampaian
ajaran atau dogma.
Contoh:
Penciptaan kondisi. Agar memiliki sikap tertib dalam antrean, di depan
loket dipasang jalur untuk antri berupa pagar besi yang hanya dapat
dilalui seorang demi seorang secara bergiliran.
Pemodelan atau contoh: Disajikan contoh atau model seseorang baik nyata
atau fiktif yang perilakunya diidolakan oleh siswa. Misalnya tokoh Bima
dalam Mahabarata. Sifat Bima yang gagah berani dapat menjadi idola anak.
B. Strategi mempelajari bahan ajar oleh siswa
Ditinjau dari guru, perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran
berupa kegiatan guru menyampaikan atau mengajarkan kepada siswa.
Sebaliknya, ditinjau dari segi siswa, perlakuan terhadap materi
pembelajaran berupa mempelajari atau berinteraksi dengan materi
pembelajaran. Secara khusus dalam mempelajari materi pembelajaran,
kegiatan siswa dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu menghafal,
menggunakan, menemukan, dan memilih.
Penjelasan dan contoh disajikan sebagai berikut:
1. Menghafal (verbal & parafrase)
Ada dua jenis menghafal, yaitu menghafal verbal (remember verbatim) dan
menghafal parafrase (remember paraphrase). Menghafal verbal adalah
menghafal persis seperti apa adanya. Terdapat materi pembelajaran yang
memang harus dihafal persis seperti apa adanya, misalnya nama orang,
nama tempat, nama zat, lambang, peristiwa sejarah, nama-nama bagian atau
komponen suatu benda, dsb. Sebaliknya ada juga materi pembelajaran yang
tidak harus dihafal persis seperti apa adanya tetapi dapat diungkapkan
dengan bahasa atau kalimat sendiri (hafal parafrase). Yang penting siswa
paham atau mengerti, misalnya paham inti isi Pembukaan UUD 1945,
definisi saham, dalil Archimides, dsb.
2. Menggunakan/mengaplikasikan (Use)
Materi pembelajaran setelah dihafal atau dipahami kemudian digunakan
atau diaplikasikan. Jadi dalam proses pembelajaran siswa perlu memiliki
kemampuan untuk menggunakan, menerapkan atau mengaplikasikan materi yang
telah dipelajari.
Penggunaan fakta atau data adalah untuk dijadikan bukti dalam rangka
pengambilan keputusan. Contoh, berdasar hasil penggalian ditemukan fakta
terdapatnya emas perhiasan yang sudah jadi, setengah jadi, perhiasan
yang telah rusak, tungku, bahan emas batangan di bekas peninggalan
sejarah di desa Wonoboyo Klaten Jawa Tengah. Dengan menggunakan fakta
tersebut, ahli sejarah berkesimpulan bahwa lokasi tersebut tempat bekas
pengrajin emas.
Penggunaan materi konsep adalah untuk menyusun proposisi, dalil, atau
rumus. Seperti diketahui, dalil atau rumus merupakan hubungan antara
beberapa konsep. Misalnya, dalam berdagang "Jika penjualan lebih besar
daripada biaya modal maka akan terjadi laba atau untung". Konsep-konsep
dalam jual beli tersebut meliputi penjualan, biaya modal, laba, untung,
dan konsep "lebih besar".
Selain itu, penguasaan atas suatu konsep digunakan untuk
menggeneralisasi dan membedakan. Contoh, seorang anak yang telah
memahami konsep "jam adalah alat penunjuk waktu", akan dapat
menggeneralisir bahwa bagaimanapun berbeda-beda bentuk dan ukurannya,
dapat menyimpulkan bahwa benda tersebut adalah jam.
Penerapan atau penggunaan prinsip adalah untuk memecahkan masalah pada
kasus-kasus lain. Contoh, seorang siswa yang telah mampu menghitung luas
persegi panjang setelah mempelajari rumusnya, dapat menentukan luas
persegi panjang di manapun dan berapapun besarnya panjang dan lebar
persegi panjang yang harus dihitung luasnya.
Penggunaan materi prosedur adalah untuk dikerjakan atau dipraktekkan.
Seorang siswa yang telah hafal dan berlatih mengendarai sepeda motor,
dapat mengendarai sepeda motor tersebut.
Penggunaan prosedur (psikomotorik) adalah untuk mengerjakan tugas atau
melakukan suatu perbuatan. Sebagai contoh, siswa dapat mengendarai
sepeda motor setelah menghafal langkah-langkah atau prosedur mengendarai
sepeda motor.
Penggunaan materi sikap adalah berperilaku sesuai nilai atau sikap yang
telah dipelajari. Misalnya, siswa berhemat air dalam mandi dan mencuci
setelah mendapatkan pelajaran tentang pentingnya bersikap hemat.
3. Menemukan
Yang dimaksudkan penemuan (finding) di sini adalah menemukan cara
memecahkan masalah-masalah baru dengan menggunakan fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur yang telah dipelajari.
Menemukan merupakan hasil tingkat belajar tingkat tinggi. Gagne (1987)
menyebutnya sebagai penerapan strategi kognitif. Misalnya, setelah
mempelajari hukum bejana berhubungan seorang siswa dapat membuat
peralatan penyiram pot gantung menggunakan pipa-pipa paralon. Contoh
lain, setelah mempelajari sifat-sifat angin yang mampu memutar
baling-baling siswa dapat membuat protipe, model, atau maket sumur
kincir angin untuk mendapatkan air tanah.
4. Memilih
Memilih di sini menyangkut aspek afektif atau sikap. Yang dimaksudkan
dengan memilih di sini adalah memilih untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu. Misalnya memilih membaca novel dari pada membaca tulisan
ilmiah. Memilih menaati peraturan lalu lintas tetapi terlambat masuk
sekolah atau memilih melanggar tetapi tidak terlambat, dsb.
FALAH Y: MODEL MODEL DALAM PEMBELAJARAN
MODEL-MODEL DALAM PENGAJARAN
UNTUK MEMBUAT PELAJAR BELAJAR MANDIRI
A. Pendahuluan
Sudah 14 tahun saya menjadi guru SMK Negeri Y Samarinda, sebuah sekolah
kejuruan yang banyak diminati, disegani, difavoriti warga Samarinda.
Selain itu sebagai sekolah kejuruan yang dianggap senior maka sekolah
ini juga merupakan rujukan bagi sekolah kejuruan swasta yang serumpun
bidang keahlian nya di Samarinda dan sekitarnya. Kepala sekolah,
guru-guru dari luar sering berkonsultasi ke sekolah ini hanya untuk
mengembangkan sekolahnya dan menyamakan persepsi dalam pendidikan dan
pengajaran.
Sebagai sekolah kejuruan, sekolah ini tergolong telah mampu mengeluarkan
lulusan yang banyak di serap di dunia kerja maupun kuliah di perguruan
tinggi baik negeri maupun swasta. Secara persisnya data ini belum
terkaver mengingat sekolah ini tidak memiliki data tentang keadaan
lulusan untuk lima tahun terakhir ini. Namun sebagai guru di sini,
penulis sering bertemu para alumni ini bekerja di berbagai instansi,
perusahaan, dan kantor-kantor juga sering menemui para siswa yang kuliah
di Unmul maupun perguruan tinggi swasta lainnya, serta beberapa alumni
yang berwiraswasta.
Dalam soal belajar mengajar saya tidak menemukan hal yang istimewa,
sekolah ini tetap menggunakan kegiatan belajar mengajar model
Ceramah/kuliah. Selanjutnya diskusi kelompok, latihan (praktikum), dan
terakhir penugasan oleh guru. Jika siswa mempunyai prestasi baik dalam
belajar itu disebabkan dasarnya memang sudah baik, misalnya NEM yang
digunakan syarat untuk masuk ke sekolah ini rata-rata baik, selain itu
mereka punya kemauan dan motivasi untuk belajar. Di sini guru dalam
mengajar tidak terlalu repot, tidak terbeban, tidak merasa kesulitan,
walau dengan persiapan seadanya dan dengan metode yang paling sederhana
sekalipun.
Di sekolah ini dalam pembagian kelas telah dikelompokkan atas rangking
prestasi belajar, pada siswa yang prestasi belajarnya baik maka
dikelompokkan pada kelas unggulan, rangking berikutnya di kelompok kelas
berikutnya dan seterusnya.
Kelas unggulan merupakan siswa yang mampu mandiri dalam belajar daripada
kelas yang lain di bawahnya, hal ini disebabkan kesadaran siswa yang
tinggi disertai motivasi belajar yang tinggi serta karena kemampuan
mereka yang baik disertai dengan mereka yang dikumpulkan dengan
teman-teman yang baik sehingga punya daya saing yang hebat. Namun secara
umum para siswa belum mampu mandiri dalam belajar mereka masih
bergantung pada guru untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
Dengan mengingat rasa keadilan dalam memberikan pelayanan pada siswa
serta berdasar pada salah satu kebijakan strategis yang diambil
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dalam meningkatkan
mutu pendidikan untuk mengembangkan SDM dengan konsep menggunakan
paradigma belajar atau learning paradigm yang akan menjadikan
pelajar-pelajar atau learner menjadi manusia yang diberdayakan, maka
tulisan ini difokuskan untuk membantu guru-guru dalam membenahi
pengajaran agar membuat siswa menjadi mandiri dalam belajar.
B. Hasil Pengamatan
Dalam pengamatan penulis pola umum mengajar guru-guru di SMK Negeri Y
Samarinda adalah : 1) Ceramah; 2) Diskusi kelompok; 3) penugasan, 4)
latihan (demonstrasi).
1. Metode Ceramah
Pengajaran menggunakan metode ceramah telah mendominasi dalam kegiatan
pengajaran di SMK Negeri Y Samarinda. Metode ceramah /kuliah/penuturan
merupakan metode mengajar yang konvensional, karena metode ini sudah
sejak dulu digunakan sebagai alat komunikasi pengajaran antara guru
dengan siswa. Meskipun metode ini banyak menuntut keaktifan guru
daripada siswa, namun metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu
saja dalam kegiatan pengajaran. Apalagi pada sekolah-sekolah yang
fasilitasnya kurang dan sekolah-sekolah di daerah terpencil (pedalaman).
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (1996:109-110), "Metode ceramah adalah
cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau
penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.
Kelebihan metode ceramah
- Guru mudah menguasai kelas.
- Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas.
- Dapat diikuti oleh jumlah siswa besar.
- Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya.
- Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik.
a. Kelemahan metode ceramah
- Mudah menjadi verbalisme (pengertian kata-kata)
- Yang visual menjadi rugi, yang auditif (mendengar) lebih besar menerimanya.
- Bila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan.
- Guru menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya, ini sukar sekali.
- Menyebabkan siswa menjadi pasif.
Dalam praktiknya, guru dalam mengajar tidak bisa hanya menggunakan
metode ceramah saja, tapi dikombinasikan dengan metode-metode mengajar
lainnya. Misalnya metode ceramah biasanya dikombinasikan dengan tanya
jawab dan penugasan, sedang untuk metode latihan dikombinasi dengan
ceramah dan demonstrasi.
2. Metode Latihan
Metode latihan digunakan di SMK Negeri Y Samarinda terutama untuk
pelajaran-pelajaran yang memerlukan ketrampilan (skill) seperti
pelajaran akuntansi, komputer, stenografi, penjualan barang,
korespondensi, mengetik dan sebagainya. Untuk pelajaran Matematika,
Bahasa Inggris sering pula menggunakan metode ini. Metode latihan atau
disebut juga metode training, merupakan suatu cara mengajar yang baik
untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana untuk
memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain itu, metode ini dapat
juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan
dan keterampilan.
Sebagai suatu metode yang diakui banyak mempunyai kelebihan, juga tidak
dapat disangkal bahwa metode latihan mempunyai beberapa kelemahan. Maka
dari itu, guru yang ingin mempergunakan metode latihan ini kiranya tidak
salah bila memahami karakteristik metode ini.
Syaiful Bahri Djamarah (1996:108-109), merinci kelebihan dan kelemahan metode latihan sebagai berikut:
Kelebihan metode latihan
a. Untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan
huruf, kata-kata atau kalimat, membuat alat - alat, menggunakan
alat-alat (mesin permanen dan elektrik), dan terampil menggunakan
peralatan olah raga.
b. Untuk memperoleh kecakapan mental seperti dalam perkalian, menjumlah,
pengurangan, pembagian, tanda -tanda (simbol), dan sebagainya.
c. Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat, seperti
hubungan huruf-huruf dalam ejaan, penggunaan simbol, membaca peta dan
sebagainya.
d. Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta kecepatan pelaksanaan.
e. Pemanfaatan kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta kecepatan pelaksanaan.
f. Pembentukan kebiasaan-kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, menjadi lebih otomatis.
b. Kelemahan metode latihan
a. Menghambat bakat dan inisiatif siswa, karena siswa lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan jauh dari pengertian.
b. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
c. Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton, mudah membosankan.
d. Membentuk kebiasaan yang kaku, karena bersifat otomatis.
e. Dapat menimbulkan verbalisme.
Dalam praktiknya, metode latihan tidak bisa berdiri sendiri namun
divariasikan dengan metode ceramah, sebagaimana dijelaskan Syaiful Bahri
Djamarah :
"Metode latihan umumnya digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan
atau keterampilan dari bahan yang dipelajarinya. Karena itu, metode
ceramah dapat digunakan sebelum maupun sesudah latihan dilakukan. Tujuan
dari ceramah untuk memberikan penjelasan kepada siswa mengenai bentuk
keterampilan tertentu yang akan dilakukannya."
3. Metode Diskusi
Metode diskusi digunakan oleh guru SMK Negeri Y Samarinda, umumnya oleh
guru mata pelajaran Sejarah, PPKn, Agama dan Etika, serta guru Bahasa
Indonesia untuk materi praktik diskusi, dan guru kesekretarisan untuk
materi praktik pertemuan dan rapat (meeting).
Metode diskusi bermanfat untuk melatih kemampuan memecahkan masalah
secara verbal, dan memupuk sikap demokratis. Diskusi dilakukan bertolak
dari adanya masalah. Menurut Winarno Surachmad dalam Muhammad Ali
(2000:80-81), pertanyaan yang layak didiskusikan mempunyai ciri sebagai
berikut :
1. Menarik minat siswa yang sesuai dengan tarafnya
2. Mempunyai kemungkinan jawaban yang lebih dari sebuah yang dapat dipertahankan kebenarannya
3. Pada umumnya tidak menyatakan mana jawaban yang benar, tetapi lebih Banyak mengutamakan hal
mempertimbangkan dan membandingkan.
Metode diskusi mempunyai kadar CBSA cukup tinggi. Namun demikian,
diskusi dapat berjalan dengan baik dan efektif bila siswa sudah mampu
berfikir dan menggunakan penalaran.
Pelaksanaan sebuah diskusi dapat dipimpin oleh guru yang bersangkutan,
atau dapat pula meminta salah seorang siswa untuk memimpinnya. Pemimpin
diskusi dikenal dengan nama moderator biasanya secara formal moderator
dibantu oleh sekretaris, untuk mencatat pokok-pokok fikiran penting yang
dikemukakan peserta diskusi.
Sayangnya karena kurikulum di SMK Negeri Y Samarinda yang padat, dan
guru harus menghabiskan materi sesuai program pengajaran maka beberapa
guru tidak mau menjalankan, alasan repot, makan waktu dan memerlukan
kerja keras untuk memperhatikan tiap-tiap kelompok diskusi. Biasanya
guru hanya membagi kelompok pelajar untuk berdiskusi tentang suatu
topik, tanpa ada bimbingan, sehingga masing-masing kelompok berdiskusi,
hasil diskusi ditulis di kertas, hasilnya dikumpulkan.
4. Penugasan
Penugasan kepada siswa sering dilakukan oleh guru SMK Negeri Y
Samarinda. Tugas-tugas tersebut diantaranya adalah mengisi LKS (Lembar
Kegiatan Siswa), PR (Pekerjaan Rumah), membuat klippping, membuat
makalah/karya tulis, mengadakan studi banding.
Tugas ini sebenarnya baik bagi perkembangan siswa dalam belajar, namun
guru kurang mengadakan bimbingan sehingga seolah-olah, siswa hanya
mengerjakan kewajiban saja, tanpa tahu apa maknanya tugas tersebut.
Misalnya dalam membuat kliping siswa hanya menggunting lalu menempel dan
menjilid, tidak tahu apa maksud isi yang diklipping tersebut. Misalnya
siswa membuat makalah, tanpa pernah dipresentasikan di depan guru/kelas.
Misalnya siswa telah mengerjakan LKS lalu dikumpulkan kepada guru tanpa
ada koreksi atau pembahasan.
Rupanya ada keengganan bagi guru untuk mengoreksi, untuk menindak
lanjuti tugas-tugas yang ia berikan kepada siswa, dan ini bisa berdampak
pada siswa yaitu siswa menjadi kurang bersemangat dalam mengerjakan
tugas atau siswa mengerjakan tugas sekedarnya saja (yang penting telah
mengerjakan).
C. Permasalahan
Beberapa pola umum mengajar guru-guru SMK Negeri Y Samarinda yang telah
diuraikan di atas dengan kelebihan dan kekurangannya masih menimbulkan
ganjalan dalam peningkatan mutu pendidikan dan masih menyisakan
masalah-masalah sebagai berikut :
1. Guru belum mampu membuat pelajar menjadi Learner autonomy
2. Guru belum menerapkan konsep belajar tuntas sebagai perwujudan dari learner autonomy
3. Guru belum menggunakan perpustakaan sebagai sarana bagi terlaksananya learner autonomy
4. Guru belum menggunakan metode mengajar yang mengarah pada learner autonomy
D. Analisis Masalah dan Pemecahannya
Pembelajar mandiri (learner autonomy) adalah suatu masalah yang
eksplisit atau perhatian yang serius atau sadar: kita tidak dapat
menerima tanggung jawab pembelajaran kita meskipun kita mempunyai ide
apa, bagaimana, kenapa kita berusaha untuk belajar. Pembelajar harus
berinisiatif untuk memberi bentuk arahan untuk proses belajar dan harus
berbagi dalam kemajuan dan evaluasi untuk mengembangkan sasaran
pembelajar yang dicapai (David Little)
Otonomi secara semantik berarti kompleks, Pembelajar mandiri harus
menginterpretasikan kebebasan dari kontrol guru, kebebasan dari tekanan
kurikulum bahkan kebebasan untuk memilih tidak belajar. Masing-masing
kebebasan ini harus dihadapkan dan didiskusikan secara bijaksana, tetapi
untuk kita yang terpenting adalah kebebasan belajar yang tersirat di
dalam diri sendiri. Yang berarti kapasitas tersebut dibatasi dengan
tujuan yang ingin dicapai.
Pembelajar mandiri secara umum adalah salah satu hasil perkembangan dan
eksperimen belajar, sebagai contoh penguasaan bahasa Ibu berhasil hanya
bila dikembangkan oleh murid sebagai pengguna bahasa tersebut, sebagai
bahasa Ibu. Sama dengan belajar melalui pengalaman membantu
mendefinisikan apa itu pelayanan masyarakat dalam memperkembangkan
kapasitasnya sebagai tingkah laku pembelajar mandiri. Kebanyakan guru
tergantung latihan-latihan pembelajar dalam jangkauan yang lebar dari
kelakuan pembelajar di luar kelas yang tergambar dalam prinsip semua
pembelajar seharusnya mampu di dalam kelas.
Beberapa kritik diajukan terhadap pembelajar mandiri ini dengan ide-ide
yang bermacam-macam, seperti bagian dari tradisi budaya barat atau
pembelajar bukan barat/aneh. (Jones, 1995). Argumen ini dibantah bahwa
metode ini digunakan untuk mengembangkan pengetahuan pembelajar mandiri
sebagai tradisi pengajaran barat contoh budaya pendidikan Denmark,
Inggris dan Irlandia. Perkembangan Pembelajar mandiri di Jepang
dielaborasikan secara spesifik dengan tradisi budaya Jepang baik di
dalam maupun di luar kelas, diharapkan pengalaman terhadap tantangan dan
pengayaan belajar adalah didapatkan rasa percaya diri untuk dibawa
pulang dengan pengertian yang besar mengenai teori dan implikasi praktik
pendidikan.
Belajar mandiri membuat para pelajar terbebas dari kelas reguler,
membuat belajar sesuai dengan kemampuan pelajar, dan dapat melayani diri
sendiri dalam hal kebutuhan belajarnya. Untuk itu perlu diupayakan agar
belajar mandiri ini dapat berkembang dengan mendorong para pelajar
untuk belajar dengan tekun yang datang dari keinginannya sendiri. Dengan
demikian akan diperoleh generasi yang proaktif, mampu memecahkan
masalahnya sendiri dan kritis. Dengan pembelajar mandiri maka akan
tercipta generasi bisa bertoleransi, bisa berdemokrasi, dan berbudi
pekerti, serta menghargai hak-hak orang lain. Maka untuk selanjutnya
kita tidak lagi menyebut siswa, student atau pupil tapi learner atau
pelajar bagi anak didik kita.
Permasalahan pertama, Guru belum mampu membuat pelajar menjadi Learner
autonomy atau pelajar menjadi mandiri dalam belajar ini disebabkan oleh
adanya pengkotak-kotakan siswa dalam kelas unggulan, dan bukan unggulan.
Pada kelas unggulan yang berisi siswa dengan prestasi diatas rata-rata
telah terjadi persaingan yang ketat antar mereka, pada kelas ini guru
senang dan bersemangat dalam mengajar karena siswa mudah mengerti dan
mudah di atur. Motivasi siswa untuk belajar dan berhasil dalam belajar
tinggi, sehingga mereka mampu mandiri mamapu menjadi pelajar yang
mandiri. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan mereka dalam mengambil
inisiatif jika terjadi kekosongan guru/jam kosong, mereka mulai belajar
sendiri melalui kunjungan ke perpustakaan, membaca buku pelajaran
sendiri, atau membuat kelompok-kelompok diskusi. Lain halnya pada kelas
yang dibawah unggulan mereka kurang termotivasi belajar, semakin kebawah
kelasnya semakin tidak semangat untuk belajar. Pada kelas ini mereka
merasa sebagai kelas afkiran, mereka kelas kedua dan bukan kelas utama,
mereka anak-anak yang bodoh yang bermasalah.
Falah Yunus (1999), dalam penelitiannya tentang hubungan motivasi dengan
prestasi belajar di SMK Negeri Y Samarinda ditemukan hal-hal sebagai
berikut :
1 1. Korelasi motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa (r=0,62)
2 2. Interpretasi r= 0,62 yaitu : tingkat hubungan adalah "kuat"
3 3. Sumbangan relatif motivasi terhadap prestasi belajar (r2=0,39 atau 39%), sedang sisanya 61% dipengaruhi oleh
faktor lain.
4.
Pada angket motivasi dibagi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik, ternyata motivasi intrinsik lebih dominan daripada motivasi
ekstrinsik, dengan perbandingan 6:4.
5. Di SMK Negeri Y ada kelas unggulan dan kelas biasa, ternyata kelas
unggulan motivasinya lebih tinggi daripada kelas biasa. Dari pernyataan
ke 5 simpulan penelitian tersebut, maka seyogyanya agar pelajar dapat
mandiri, sekolah jangan membuat kelas unggulan. Jika mau membuat kelas
unggulan buat saja sekolah unggulan tersendiri. Untuk itu sebaiknya
kelas di campur saja sehingga dalam satu kelas terdapat siswa pandai,
sedang dan kurang yang mereka akan berinteraksi dan saling menyadari
akan kekurangan dan kelebihan, dan terjaminlah rasa keadilan.
Permasalahan ke dua, Guru belum menerapkan konsep belajar tuntas di SMK
Negeri 1 Samarinda sebagai perwujudan dari learner autonomy. Dalam
Garis-garis besar Program pendidikan dan Pelatihan (GBPP) Kurikulum SMK,
menganut prinsip sebagai berikut :
1. Berbasis luas, kuat dan mendasar (Broad Based Curriculum/BBC)
2. Berbasis kompetensi (Competenci Based Curriculum)
Pengertian Broad Based Curriculum adalah pola penyajian kurikulum yang
terstruktur mulai dari kemampuan dasar, kemampuan lanjutan, sampai
kemampuan spesialisasi/keahlian 3 aspek dalam pengembangan BBC pertama,
pendidikan harus selebar mungkin cakupannya, agar tamatan yang akan
bekerja akan dapat menemukan tempat pada lapangan kerja lainnya yang
berdekatan dengan kualifiaksi bidang kejuruannya. Kedua pendidikan harus
sedalam mungkin agar tamatan yang akan bekerja memiliki kualifikasi
yang memadai untuk pekerjaan yang menuntut spesialisai.
Pengertian Pendekatan Competency/kemampuan adalah seperangkat tindakan
inteligensi dan penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang
sebagai prasyarat melaksanakan bidang pekerjaan tertentu
Sehubungan dengan hal tersebut di SMK ada istilah remedial dan
pengayaan, maksudnya siswa diharapkan untuk menuntaskan pelajaran
sebelum ia mempelajari pelajaran berikutnya atau dalam istilah SMK siswa
harus menuntaskan kompetensi pertama sebelum mempelajari kompetensi
kedua. Jika siswa belum ternyata belum tuntas maka guru perlu memberikan
pengayaan dan remedial. Ini sebenarnya sebuah langkah bahwa siswa harus
belajar dan belajar secara kontinyu. Ini adalah mengarah pada siswa
menjadi pembelajar mandiri.
Bagaimana guru dapat membuat siswa menjadi pembelajar mandiri dalam
menuntaskan pembelajaran ketika dilaksanakan remedial atau pengayaan.
Hal ini bisa dilakukan bermacam-macam cara, misalnya guru memberikan
tugas kepada pelajar untuk membuat makalah, guru membuat modul yang
harus dipelajari pelajar di rumah dan sebagainya.
Pengajaran remedial (remedial teaching ) adalah suatu bentuk pengajaran
yang bersifat perbaikan, atau pengajaran yang membuat menjadi baik.
Dalam belajar mengajar guru melakukan pengajaran dengan tujuan agar
siswa dapat belajar secara optimal. Namun jika ternyata terdapat siswa
yang lamban dalam belajar dan prestasi belajarnya rendah maka diperlukan
suatu proses belajar mengajar yang dapat membantu siswa agar tercapai
hasil yang diharapkan (Moh Uzer Usman,2000).
Pengayaan adalah kegiatan tambahan yang diberikan kepada siswa yang
telah mencapai ketentuan dalam belajar yang dimaksudkan untuk menambah
wawasan atau memperluas pengetahuannya dalam materi pelajarn yang telah
dipelajarinya (Moh Uzer Usman, 2000).
Permasalahan ke tiga, guru belum menggunakan perpustakaan sebagai sarana
bagi terlaksananya learner autonomy. Perpustakaan merupakan pusat dan
sumber belajar bagi pelajar dan ciri-ciri khas dari seorang pembelajar
mandiri adalah kegemarannya dalam membaca. Jika guru mampu menggunakan
perpustakaan semaksimal mungkin sebagai sumber belajar siswa, maka
tujuan menjadikan siswa suka belajar akan tercapai.
Guru tidak bisa memberikan semua dan seluas-luasnya lmu kepada siswa,
mengingat cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh
karena itu perpustakaan di sekolah harus diberdayakan. Proses belajar
mengajar harus melibatkan perpustakaan sekolah. Disamping itu siswa juga
diberdayakan untuk menggunakan jaringan komputer (Internet) sebagai
sumber pustaka Audio Visual Aids (AVA). Banyak informasi yang bisa
diakses dari Internet untuk mengembangkan pengetahun siswa seperti
jurnal ilmiah, berita, dan informasi lainnya yang membantu penambahan
ilmu pengetahuan siswa.
Menurut SWA-Markplus, dari lima kota (daerah) yang mereka survey yaitu
Jabotabek, Surabaya, Bandung, Yogyakarta dan Medan akses internet dari
perguruan tinggi dan sekolah terbilang kecil rata-rata 6,7%. Bandingkan
dengan akses dari warnet yang menunjukkan angka 45,8% atau dari rumah
19%.
Rupanya internet di kampus dan sekolah belum menjadi kebutuhan. Masih
banyak kepala sekolah yang menganggap internet belum jelas manfaatnya di
sekolah. Karena itulah mereka tak melengkapi sekolahnya dengan
internet. Alasan lain karena faktor dana dan tidak tersedianya sumber
daya yang paham internet. Demikian diungkapkan Amir Faisal, staf
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (Dimenjur) yang sering
berkunjung ke sekolah-sekolah di Indonesia untuk melatih penggunaan
internet. Dari 700 Sekolah Menengah Kejuruan Negeri di Indonesia, baru
300 sekolah yang membuka Internet, "tuturnya (Republika,17/10/2000).
Permasalahan keempat, guru belum menggunakan metode mengajar yang
mengarah pada learner autonomy. Perlu bagi guru untuk mengembangkan
metode mengajarnya ke arah pelajar menjadi mandiri. Belajar Kelompok
atau Diskusi kelompok yang diungkapkan di atas jika di kelola dengan
serius oleh guru akan mengantarkan pelajar menjadi pembelajar mandiri.
Belajar Kelompok (Cooperative learning) adalah sebuah strategi
pengajaran yang sukses di dalam tim kecil, penggunaan sebuah variasi
dari aktivitas belajar untuk memperbaiki pemahaman subyek. Setiap
anggota tim tidak hanya bertanggung jawab pada belajar yang telah
diajarkan tapi juga membantu kawan belajar se-tim, jadi membuat sebuah
kondisi berprestasi (Stephen Balkcom).
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Muslimin Ibrahin (2000) adalah :
1.Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
3.Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda
4.Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperative :
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Fase 2
Menyajikan informasi
Fase 3
Mengorganisasikan siswa kedalam ke –
lompok-kelompok belajar
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Fase 5
Evaluasi
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demostrasi atau lewat bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok
belajar dan membantu agar setiap kelompok melakukan transisi secara
fisien
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Belajar kelompok yang terdiri 4-6 anak per kelompok sangat bagus bagi
perkembangan kepribadian anak dan perkembangan sosialisasi. Pada belajar
ini siswa dapat saling berinteraksi sehingga akan timbul rasa
persaudaraan, siswa belajar untuk mengeluarkan pendapat, ide. Siswa akan
bangga terhadap penguasaan topik tertentu dan akan memberikan
presentasi kepada teman-temannya, bahkan dalam salah satu strategi
belajar kelompok siswa dapat memperoleh julukan ahli misalnya ahli
empedu, ahli jantung dan sebagainya dalam belajar kelompok.
Linda luendgren (1994 dan Nur dkk, 1997) yang dikutip oleh Muslimin
Ibrahim dkk, memberikan beberapa hasil penelitian yang menunjukan
manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil yang rendah
antara lain :
• Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas
• Rasa harga diri lebih tinggi
• Memperbaiki sikap terhadap IPA dan segala
• Memperbaiki kehadiran
• Angka putus sekolah menjadi lebih rendah
• Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar
• Perilaku menggangu menjadi lebih kecil
• Konflik antar pribadi berkurang
• Sikap apatis berkurang
• Pemahaman yang lebih mendalam
• Motivasi lebih besar
• Hasil belajar lebih tinggi
• Retensi lebih lama
• Meningkatakan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Berdasarkan teknik pelaksanaan , diskusi kelompok dapat digolongkan dua
macam, yang jika dilaksanakan akan mengarahkan siswa untuk menjadi
pembelajar mandiri, yaitu :
1. Debate. Di dalam debate terdapat dua kelompok mempertahankan
pendapatnya masing-masing yang bertentangan. Pendengar (Audience)
dijadikan sebagai kelompok yang memutuskan mana yang benar dan mana yang
salah dalam keputusan akhir. Agar debate tidak bekrpanjangan harus
dibatasi sesuai dengan waktu yang tersedia.
2. Diskusi. Diskusi pada dasarnya merupakan musyawarah untuk mencari
titik temu pendapat tentang sesuatu masalah. Ditinjau dari
pelaksanaannya dapat digolongkan ke dalam :
1. Diskusi kelas. Diskusi kelas adalah semacam 'brain storming'
(pertukaran pendapat). Dalam hal ini guru mengajukan pertanyaan kepada
seluruh kelas. Jawaban dari siswa diajukan lagi kepada siswa lain atau
dapat pula meminta pendapat siswa lain tentang hal itu. Sehingga terjadi
pertukaran pendapat secara serius dan wajar.
1. Diskusi kelompok. Guru mengemukakan suatu masalah. Masalah dipecah ke
dalam sub masalah. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil
mendiskusikan sub-sub masalah tersebut. Hasil diskusi kelompok
dilaporkan di depan kelas dan ditanggapi. Kesimpulan akhir adalah
kesimpulan hasil laporan kelompok yang sudah ditanggapi seluruh isiwa.
1. Panel. Panel merupakan diskusi yang dilakukan oleh beberapa orang
saja. Bisanya antara 3 sampai dengan 7 orang panelis. Siswa lain hanya
bertindak sebagai pendengar (Audience). Dengan diskusi yang dilakukan
oleh panelis tadi, audiens dapat memahami maksud yang terkandung pada
masalah yang didiskusikan; merangsang berfikir untuk mendiskusikan lebih
lanjut. Oleh karena itu panel dilakukan oleh orang-orang yang
benar-benar ahli memahami seluk beluk masalah yang didiskusikan. Panel
tidak bertujuan memproleh kesimpulan, tapi merangsang berfikir agar
siswa mendiskusikan lebih lanjut.
1. Konferensi. Dalam konferensi anggota duduk saling menghadap,
mendiskusikan sesuatu masalah. Setiap peserta/siswa harus memahami bahwa
kehadirannya harus sudah mempersiapkan pendapat yang akan diajukan.
1. Symposium. Pelaksanaan symposium dapat menempuh dua cara. Cara
pertama, mengundang dua orang pembicara atau lebih. Setiap pembicara
dimintakan untuk menyajikan prasaran yang sudah ditulis. Masalah yang
dibahas oleh setiap pembicara adalah sama. Namun masing-masing menyoroti
dari sudut pandangan yang berbeda-beda. Cara ke dua, membagi masalah ke
dalam beberapa aspek. Setiap aspek di bahas oleh seorang pemrasaran,
Selanjutnya disiapkan penyanggah umum yang akan menyoroti pemrasaran
tersebut. Setelah selesai penyanggah umum memberikan sanggahan, baru
diberikan kesempatan memberikan jawaban sanggahan.
1. Seminar. Seminar merupakan pembahasan ilmiah yang dilaksankan dalam
meletakkan dasar-dasr pembinaan tentang masalah yang dibahas. Pembahasan
seminar bertolak dari kertas kerja yang disusun oleh pemrasaran, dan
maksud yang terkandung dalam pokok seminar (tema). Pelaksanaanya
seringkali diawali dengan pandangan umum atau pengarahan dari fihak
tertentu yang berkepentingan.
Peranan guru sebagai pemimpin diskusi pada umumnya adalah sebagai berikut :
1. Pengatur jalannya diskusi, yakni :
a. Menunjukkan pertanyaan kepada seorang siswa
b. Menjaga ketertiban pembicaraan
c. Memberi rangsangan kepada siswa untuk berpendapat
d. Memperjelas suatu pendapat yang dikemukakan
2. Sebagai dinding penangkis, yakni menerima dan menyebarkan pertanyaan
/pendapat kepada seluruh peserta
3. Sebagai penunjuk jalan, yakni memberikan pengarahan tentang tatacara
diskusi (muhamad Ali,1990:80)
Dalam pengajaran bahasa, terutama bahasa Inggris penggunaan belajar
kelompok seperti diskusi kelompok dan seminar akan sangat menarik, dan
mampu membuat siswa menjadi mahir dalam berbahasa Inggris, sebab siswa
dengan metode ini mau tidak mau dipaksa untuk menggunakan bahasa Inggris
dalam melakukan pembicaraan, menyanggah, berdebat dan berargumentasi.
Di SMK Negeri Y Samarinda, berhubung ada pelaksanaan Praktik Industri
(On the Job Training) dimana siswa harus meninggalkan sekolah selama 3
(tiga) bulan untuk latihan kerja di dunia usaha/perusahaan maka akan
mengakibatkan jam belajar siswa berkurang. Untuk itu perlu bagi sekolah
untuk mampu membuat siswa menjadi pembelajar mandiri di rumah dengan
cara belajar menggunakan Modul.
Menurut James D. Ruseel (1973) dalam Muhammad Ali, modul yaitu merupakan
suatu paket belajar mengajar berkenaan dengan satu unit bahan
pelajaran. Dengan modul siswa dapat mencapai taraf mastery (tuntas)
dengan belajar secara individual. Siswa tidak dapat melanjutkan ke suatu
unit pelajaran berikutnya sebelum mencapai taraf tuntas. Biasanya modul
menggunakan multi media. Dengan melalui modul siswa dapat mengontrol
kemampuan dan intesitas belajarnya, modul dapat dipelajari dimana saja.
Lama sebuah modul tidak tertentu. Dapat beberapa menit, dapat bebetapa
jam, dapat dilakukan secara tersendiri atau dibuat variasi dengan metoda
lain.
Jika dilihat dari segi interaksi belajar mengajar yang berorientasi pada siswa sebagai subyek maka, modul itu dapat membuat:
1. Anak didik akan lebih aktif dalam belajar karena yang bersangkutan
dituntut aktif berpartisipasi dalam setiap penyelesaian modul sesuai
kemampuan anak dan guru hanya sebagai pembimbing, yang berusaha mengatur
kelas sedemikian rupa sehingga anak belajar dengan baik.
1. Anak belajar sesuai dengan pertumbuhan masing-masing. Anak yang cepat
akan dapat menyelsaikan modul lebih dahulu, tetapi ada pula anak yang
lambat dalam penyelesaian modulnya.
E. Simpulan dan Saran
Dari uraian di atas dapat di buat simpulan dan saran sebagai berikut :
1. SMK Negeri Y Samarinda dalam proses belajar mengajar belum
memberdayakan pelajar menjadi Learner Autonomy, padahal ini perlu
digalakkan dalam kerangka menjebatani salah satu kebijakan Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dalam meningkatkan mutu
pendidikan untuk mengembangkan SDM dengan konsep menggunakan paradigma
belajar atau learning paradigm yang akan menjadikan pelajar-pelajar atau
learner menjadi manusia yang diberdayakan
2. SMK Negeri Y Samarinda perlu memberdayakan siswa menjadi leraner
outonomy dengan menghapus kelas unggulan, memberdayakan perpustakaan dan
jaringan komputer (internet), pelaksanaan belajar tuntas dengan
mengadakan remedial dan pengayaan, metode belajar kelompok terutama
diskusi kelompok dan seminar dan pengajaran modul
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Internet Belum Dianggap Penting Di SMK, berita dalam harian Republika, 17/10/00
Ali, Muhammad, 2000, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung
Astati, Sutriati, 1999, Pendukung Pelaksanaan Buku II Kurikulum SMK Edisi 1999, PPPGK Sawangan, Depdikbud
Balkcom, Stephen, Cooperative Learning, diakses dari http://www.ed. gov/pubs/ OR/Consumen Guides/Index.html diakses 2 Mei 2002
arah, Syaiful Bakri, 1996, Starategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta
Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000, Pembelajaran Cooperative, Program Pascasarjana Unesa, University Press, Surabaya
Little, David, Learner Autonomy : What and Why ?, The Language Teacher
Online 22.10, diakses dari http://longue.hyoer.chubu.ac.jp/jalt/pub/t;t
/98/nov/littledam.html diakses 2 Mei 2002
Usman, Moh. Uzer, 2000. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, Remaja Rosdakarya, Bandung
Yusuf, A. Muri, 1982, Pengantar Ilmu Pendidikan, Ghalia Indonesia,