Sabtu, 09 Juni 2012
Perilaku “Spontan” dan “Reaktif” pada Hewan
Perilaku “Spontan” dan “Reaktif” pada Hewan
Salah satu perdebatan pada kajian mengenai perilaku hewan yang sudah lama berlangsung adalah suatu pertanyaan mengenai apakah perilaku merupakan sesuatu yang bersifat ’spontan” atau merupakan kombinasi dari reaksi-reaksi sederhana terhadap
lingkngan. Kebanyakan ahli fisiologis, secara objektif mengklaim bahwa perilaku adalah semua ‘reaksi’. Hal ini sejalan dengan penemuan adanya gerak refleks yang ditemukan pada hewan. Pada akhirnya para ahli fisiologis menyimpulkan bahwa refleks dan refleks yang dikondisikan hanyalah merupakan elemen dari perilaku. Pavlop mengidentifikasi “insting” dan “refleks” sebagai contohnya adalah kecenderungan seseorang untuk mengumpulkan uang adalah “ suatu insting atau refleks”.
Ada dua opini tentang perilaku, bahwa perilaku merupakan reaksi terhadap mstimulus eksternal. Sementara perilaku “spontan” dipengaruhi faktor dari dalam, misalnya faktor motivasi. Kajian selanjuntnya akan dibuat menjadi dua tahap. Pertama ingin diketahui mengenai stimulus apa yang dapat diterima alat indera suatu hewan. Kedua, stimulus yang efektif yang menyebabkan timbulnya masing-masing reaksi.
Kapasitas Potensi dari Organ Sensori
Kenyataan menunjukkan bahwa alat indera hewan berbeda dengan alat indera manusia. Misalnya beberapa hewan tidak memiliki penglihatan yang sempurna akan tetapi beberapa hewan memiliki pendengaran yang sangat tajam, misalnya kelelawar. Berdasarkan suatu kajian yang sangat hati-hati mengenai kapasitas sensori hampir tidak ada dua spesies yang memiliki kapasitas yang sama. Uexkull (1921) menyatakan bahwa setiap hewan memiliki masing-masing ‘merkwelt’ (persepsi).
Suatu metode klasik yang digunakan untuk tujuan mengetahui kapasitas sensori adalah metode kondisioning (pengkondisian). Pertama kali dikembangkan oleh Von Frisch yang melakukan pengkondisian pada binatang tertentu untuk memperlihatkan respons terhadap stimulus yang diberikan. Misalnya untuk mengathui respons melarikan diri, atau proses
makan. Mungkin yang paling dikenal adalah percobaan Pavlop dengan anjingnya untuk mengetahui reaksi terhadap pemberian makanan. Peneliti lain, Dijkgraaf (1934) menemukan bahwa organ gurat sisi dari ikan minnow (Phoxinus laevis) merupakan organ yang sensitif terhadap stimulus mekanis terhadap gerakan
air. Contoh lainnya adalah orientasi lebah madu terhadap matahari, Walaupun matahari sendiri belum tampak.
Sensitivitas
Pertama kali yang ingin diketahui adalah batas sensitivitas organ sensori. Batasnya adalah: intensitas dan kualitas.
Reseptor visual memiliki ambang batas sampai batas cahaya yang tidak efektif lagi sebagai satu stimulus. Sebagai contoh, seekor serigala (Strix varia) dapat menerkam secara langsung mangsanya yang berjarak 6 kaki ketika intensitas cahaya turun sampai 0, 000.000.73 kandela yang sama besarnya dengan 0,01 – 0,1 intensitas cahaya yang diperlukan manusia untuk dapat melihat.
Penelitian terakhir mengungkapkan bahwa beberapa jenis hewan memiliki sensitivitas terhadap spectrum cahaya yang berbeda dengan mata manusia. Misalnya lebah madu, kurang sensitif terhadap cachaya yang memiliki panjang gelombang yang besar dibandingkan mata manusia. Masalah yang sama ditemukan juga pada intensitas dan kualitas suara. Batas bawah terhadap sensitivitas suara pada setiap hewan berbeda-beda. Yang paling mencolok yaitu pada kelelawar yang dapat mendeteksi suara dengan frekuensi 50.000 gel/det. Begitu pula intensitas dan kualitas stimulus kimia yang dapat diterima oleh kemoreseptor.
Diskriminasi
Kemampuan untuk membedakan stimulus yang berbeda dari satu organ sangat tergantung pada intensitas dan kualitas stimulus. Kemampuan membedakan tersebut bisa untuk mendeteksi cahaya, suara, bahan kimia, atau gabungan beberapa senyawa kimia.
Contoh: anjing memiliki penciuman yang sangat tajam sehingga mampu membedakan bau yang berbeda dari campuran bau-bauan yang berbeda.
Lokalisasi
Kemampuan menentukan lokasi sumber stimulus sangat penting sebab kemampuan tersebut dapat digunakan untuk membedakan organ-organ tingkat “tinggi” daripada tingkat yang lebih “rendah”. Lokalisasi mempunyai dua aspek yaitu: arah dan jarak.
Contohnya pada perkembangan kemampuan organ visual mata. Euglena memiliki mata dengan tingkatan yang paling rendah disusul oleh Planaria dalam kemampuannya mendeteksi cahaya. Mollusca memiliki perkembangan mata yang paling maju diantara invertebrata. Mata manusi merupakan mata yang paling maju dalam perkembangannya
Demikian pula untuk organ lainnya yang mampu membedakan lokasi sumber stimulus. Misalnya telinga, yang memiliki kemampuan untuk membedakan arah datangnya suara. Sementara organ penciuman sangat tergantung pada kontak dengan sumber stimulus tersebut.
Aktual atau Potensi Stimulus
Stimulus Tanda
Dari hasil penelitian diperoleh fakta bahwa tidak semua stimulus yang diterima organ sensori cukup untuk menghasilkan suatu reaksi sebagai tanggapan terhadap stimulus tersebut.
Menurut Tinbergen stimulus eksternal ini tidak perlu sesuai agar efektif. Contohnya, ikan berduri punggung tiga yang betina biasanya mengikuti ikan jantan berperut merah ke sarang
yang telah disiapkan oleh jantan dan meletakkan telur di dalamnya. Akan tetapi, si betina akan mengikuti hampir setiap benda merah kecil yang diberikan kepadanya. Begitu ia ada di
dalam sarang, tidak perlu lagi adanya si jantan atau benda merah. Benda apa pun yang menyentuhnya di dekat dasar ekornya akan menyebabkan ikan betina itu bertelur. Seolah-olah ikan betina berduri punggung tiga ini dipancing dari dalam untuk setiap hal perilaku dan hanya memerlukan satu isyarat khusus untuk melepaskan pola perilakunya. Isyarat yang memicu aksi naluriah tersebut disebut pelepas (release). Begitu respons tertentu dilepaskan, biasanya langsung selesai Walaupun stimulus efektif segera ditiadakan.
Isyarat kimia, yaitu feromon, berfungsi sebagai pelepas penting untuk serangga sosial:
semut, lebah, dan rayap. Banyak diantara hewan-hewan ini mengeluarkan berbagai macam feromon, ada yang mengeluarkan perilaku peringatan bahaya (alarm), perilaku kawin, perilaku mencari makanan, dan lain-lain, pada anggota-anggota lain spesiesnya.
Contoh lainnya adalah bunyi tanda bahaya yang diberikan bebek domestik untuk memberikan panggilan peringatan ketika ada burung pemangsa terbang mendekat. Bunyi tanda peringatan tidak hnya dibunyikan jika ada burung pemangsa saja tetapi jika ada benda yang melayang mirip dengan burung pemangsa ataupun ada burung merpati yang lewat.
Berbagai model burung dibuat oleh Lorenz dan Tinbergen diberikan untuk meneliti respons terhadap burung pemangsa.
Selain itu faktor pelepas bisa juga berupa stimulus kimia, misalnya pada sejenis kupukupu Saturnia pyri dimana yang betina meelepaskan stimulus kimia untuk merangsang jantan melakukan kopulasi.
Suara juga bisa menjadi faktor pelepas. Bruckner (1933) melakukan percobaan pada kelompok induk ayam dengan anaknya. Induk ayam akan bereaksi mencari anaknya jika
mendengar suara anaknya walaupun anaknya tidak terlihat. Percobaan lainnya menunjukkan si induk tetap tidak peduli terhadap anaknya yang dikurung dalam kurungan kaca, walaupun
terlihat anak ayam sedang memanggil-manggil induknya karena tidak terdengan suara anaknya memanggil.
Banyak contoh-contoh lainnya yang memiliki pola yang sama dalam hal faktor pelepas stimulus ini. Misalnya bunyi hewan jantan secara buatan dapat memanggil hewan betinanya, contoh pada belalang atau jangkrik.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, jelaslah bahwa perbedaan antara Umwelth, khususnya Merkwelt, dan lingkungan (Von Uexkull) didasarkan atas kenyataan bahwa spesies-spesies yang berbeda memiliki kapasitas sensori yang berbeda pula.
Mekanisme Pelepas Bawaan (Naluriah)
Telah dijelaskan di bagian depan mengenai perilaku kawin ikan berduri punggung tiga bahwa perilaku perkawinan stimulus eksternal ini tidak perlu sesuai agar efektif. Penelitian Tibergen dan lain-lainnya menunjukkan bahwa hewan dapt dengan mudah diinduksi (dirangsang) untuk bereaksi terhadap pelepas yang tidak sesuai. Sebagai contoh, burung robin jantan mempertahankan wilayahnya akan berulang-ulang menyerang segumpal bulu daripada robin palsu yang tidak memiliki dada merah burung jantan.
. Beberapa stimulus yang tidak sesuai bahkan lebih merupakan pelepas yang efektif daripada stimulus yang normal. Misalnya pada perilaku burung pemakan tiram akan mencoba mengerami sebuah telur raksasa yang bukannya telurnya sendiri atau telur camar. Sepintas tampaknya perilaku seperti itu tidak adaptif, tetapi dua hal perlu dipertimbangkan sebelum membuat penilaian akhir. Pertama, stimulus yang tidak sesuai yang diciptakan agaknya tidak akan dijumpai di alam. Kedua, keefektifan stimulus yang ternyata sama sekali tidak sesuai bagi mata kita menyingkapkan suatu sifat yang penting sekali dari semua perilaku hewan.
Hewan merespons secara selektif terhadap aspek-aspek tertentu dari masukan seluruh sensori yang diterimanya. Semua hewan menjalani hidupnya diserang oleh beribu-ribu pemandangan, bunyi, bau dan lain-lain. Tetapi melalui evolusi, mereka telah mengembangkan saraf yang menyaring data yang mengenai alat inderanya, dan mereka bereaksi untuk mempertahankan hidupnya sepanjang masa.
Perilaku Bawaan pada Mammalia
Lashley (1938) mempelajari perilaku mammalia, khususnya tikus, dan mengambil kesimpulan bahwa perilaku instingtif pada mammalia dipengaruhi oleh stimulus yang kompleks. Tetapi kesimpulan tersebut baru cocok untuk perilaku kawin, seperti pada ikan berduri punggung tiga, tetapi tidak cocok untuk setiap bagian dari elemen tersebut.
Bawaan atau Pengkondisian?
Sejauh ini diskusi yang dilakukan mengenai problem yang menentukan apakah reaksi yang diberikan pada stimulus merupakan faktor bawaan atau bukan. Hal ini sering tidak
memungkinkan untuk diputuskan pada hewan mammalia. Sebagai contoh, pada seluruh spesies dimana induknya yang mengasuh anak, perilakunya pada akhirnya mungkin dikondisikan oleh hewan dewasa dengan berbagai cara. Tetapi bagi individu-individu
tersebut mungkin juga belajar dari pengalaman dengan bagian lain dari lingkungannya, seperti makanan atau predatornya.
Pada buku-buku lama mengenai perilaku bawaan ini menyatakan bahwa perilaku seluruh anggota dari suatu spesies adalah sama karena perilaku bawaan. Tetapi penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa terdapat kesalahan pada kesimpulan tersebut. Sebagai contoh, anak burung penyanyi akan melakukan pengkondisian dan belajar dari spesies yang sama.
Contoh lainnya, misalnya perilaku memelihara anak dari sejenis ikan. Noble dan Curtis (1939) berkolaborasi dengan Baerends dan Baerends (1950), yang meneliti sejenis ikan yang melakukan aktivitas pengasuhan terhadap spesiesnya selama waktu awal
kehidupannya semenjak menetas. Jika sepasang ikan muda diberikan telur dari spesies yang berbeda, mereka mengambil telur-telur tersebut , tetapi segera membunuh anak-anak ikan dari
spesies yang berbeda tersebut segera setelah lahir. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku tersebut merupakan perilaku bawaan bukan karena pengkondisian.
Apakah yang dimaksud dengan Reaksi?
Selama ini ‘reaksi’ dikenal sebagai setiap gerakan yang dilakukan sebagai respons terhadap stimulus yang datang dari luar. Pada beberapa kasus hasil dari stimulus tersebut hanya menghasilkan respons gerakan otot yang sederhana. Misalnya jika kita sentuh antena seekor belalang, maka antena tersebut akan digerakkan. Beberapa perilaku sebagai respons terhadap stimulus yang datang dari luar akan menghasilkan respons yang kompleks, misalnya
perilaku tarian lebah untuk menentukan arah mencari makanan sesuai dengan sudut datangnya sinar matahari. Jadi respons perilaku yang timbul bisa sederhana atau sangat kompleks.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar