SELAMAT DATANG DI BLOG ANJAR SETIO PURNOMO, S.Pd.

Jumat, 15 Juni 2012

"Ramadhan Cermin Keimanan"



"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa." (Al-Baqarah:183)

Panggilan untuk Mereka yang Beriman
Allah SWT memanggil pada permulaan ayat di atas : yaa ayyuhalladziina
aamanuu (hai orang-orang yang beriman), ini bukan sembarang panggilan,
sebab yang memanggil adalah Allah SWT Sang Pencipta alam semesta.
Semua makhluk bergantung kepada-Nya. Tidak ada yang bisa independen
dari-Nya. Maka siapa yang mengaku diri sebagai hamba-Nya hendaknya
segera bergerak memenuhi panggilan ini. Allah SWT dalam panggilan
tersebut tidak menyebutkan kriteria yang bersifat duniawi, dengan kata
lain Allah tidak berfirman : yaa ayyuhal aghniyaa' (hai orang-orang
yang kaya), hai orang-orang yang berkedudukan tinggi dan lain
sebagainya, melainkan yang Allah swt panggil adalah mereka yang
beriman saja, mengapa?
Di sini ada rahasia yang tersimpan, di antaranya:
(a) Bahwa dengan menyatakan keimanannya seseorang mampunyai posisi
tersendiri dari sisi Allah SWT. Allah SWT sangat bangga dengan
hamba-Nya yang beriman. Karenanya Allah SWT undang mereka secara
khusus. Di dalam Al-Qur'an undangan yaa ayyuhal ladziina aamanuu
selalu Allah SWT ulang. Menggambarkan betapa yang Allah SWT anggap
sebagai hamba-Nya hanya mereka yang beriman. Yang tidak beriman tidak
termasuk sebagai hamba-Nya.
(b) Bahwa posisi keduniaan apapun megahnya bila tidak disertai iman,
Allah SWT tidak bangga dengannya. Bahkan Allah SWT sangat benci kepada
seseorang yang setelah diberi kenikmatan dunia, ia malah berbuat
maksiat kepada-Nya. Ingat Allah SWT berfirman:
"Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya
dan diberi-Nya kesenangan, Maka dia akan berkata, "Tuhanku Telah
memuliakanku".
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka dia
berkata, "Tuhanku menghinakanku". (Al-Fajr:15-16)
Disini nampak bahwa ukuran berhasil tidaknya seseorang bukan terletak
pada kekayaan atau kemiskinannya, melainkan terletak pada keimanannya.
Karenanya yang Allah SWT panggil pada ayat di atas adalah mereka yang
beriman. Sebab kaya dan miskin di mata Allah SWT adalah ujian. Apalah
arti seorang kaya jika ia tidak beriman dan mentaati Allah SWT, semua
itu hanya kesia-siaan. Sebaliknya sungguh sangat mulia seseorang
sekalipun dalam posisi yang sangat miskin tetapi ia beriman dan
mentaati-Nya, dan ia akan tergolong mereka yang Allah SWT panggil
dalam ayat di atas.
(c) Bahwa untuk melaksanakan ibadah puasa syaratnya harus beriman
terlebih dahulu. Tanpa iman ibadah puasa seseorang tidak diterima oleh
Allah SWT. Allah SWT hanya mengakui ibadah puasa hamba-Nya yang
beriman. Karenanya dalam banyak hadits Rasulullah SAW. Selalu
menyebutkan kata iimaanan wahtisaaban, untuk menunjukkan bahwa ibadah
yang Allah SWT terima adalah berdasarkan iman dan harapan atas ridha-Nya.
Simaklah beberapa hadits berikut, "Siapa yang berpuasa Ramadhan dengan
penuh keimanan dan harapan akan ridha-Nya, Allah akan mengampuni
dosa-dosa yang telah lewat." (HR. Bukharai dan Muslim)
Dalam hadits lain, "Siapa yang menegakkan shalat malam Ramadhan dengan
penuh keimanan dan harapan akan ridha-Nya, Allah akan mengampuni
dosa-dosanya yang telah lewat." HR. Muslim. Lalu khusus mengenai
shalat pada malam lailatul qadar Rasulullah saw bersabda: "Siapa yang
menegakkan shalat malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan
harapan akan ridha-Nya, Alllah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah
lewat." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan Iman Shaum Ramadhan Terasa Lezat
Setelah memanggil orang-orang beriman dengan yaa ayyuhalladziina
aamanuu Allah SWT menegaskan : Kutiba 'alaikumush shiyaam (diwajibkan
atasmu berpuasa), apa hubungan puasa dengan iman?. Mengapa hanya orang
beriman yang diwajibkan berpuasa? Apakah puasa Ramadhan merupakan
bukti keimanan seseorang?
Pertama, Ketika seseorang beriman kepada Allah SWT, seharusnya ia
sadar bahwa Allah SWT senantiasa bersama-Nya. Di dalam dirinya
menggelora hakikat keagungan-Nya. Setiap disebut nama-Nya hatinya
bergetar, penuh ketakutan. Dalam surat Al-Anfal ayat 2 Allah SWT
berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang
bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada
Tuhanlah mereka bertawakkal." karenanya seluruh kegiatan
sehari-harinya selalu dalam rangka mentaati-Nya. Tidak ada perbuatan
sekecil apapun yang ia lakukan kecuali dengan petunjuk-Nya. Ia menjauh
sama sekali dari apa saja yang disebut kemaksiatan. Baginya
kemaksiatan adalah bencana, yang tidak hanya menghancurkan harga
dirinya melainkan juga menjadi sumber malapetaka bagi kemanusiaan di
muka bumi.
Kesadaran ini membuatnya sangat berhati-hati dalam bersikap, jangan
sampai langkahnya terjerumus dalam kemaksiatan. Sampai yang syubuhat
(samar-samar) pun ia hindari, sebab dari yang syubuhat akan lahir daya
tarik kepada yang haram. Puasa adalah ibadah menahan diri dari yang
halal. Dari sini nampak betapa hakikat puasa adalah sebagai benteng
supaya pelakunya terhindar dari yang haram. Sebab kebiasaan menahan
dari yang halal, akan membangun lapisan-lapisan bemper yang menjaganya
supaya tidak terjatuh kepada yang Allah SWT haramkan. Perhatikan
betapa untuk menegakkan puasa, seseorang harus mempunyai iman. Karena
hanya iman yang jujur seseorang akan benar-benar merasakan lesatnya
puasa. Tanpa kesadaran iman puasa akan menjadi beban. Di saat
orang-orang berbahagia dengan puasa, ia malah merasa sempit hatinya
dengan puasa.
Kedua, Ketika seseorang melakukan puasa, ia sedang berjuang menutup
segala pintu yang selama ini syetan selalu masuk darinya. Pintu nafsu
makan ia tutup, di mana banyak orang mengambil yang haram hanya karena
nafsu makan. Pintu nafsu bermusuhan juga tutup, dimana selama ini
banya terjadi konflik saling menyakiti, saling menjatuhkan, saling
mendzalimi, bahkan tidak jarang saling membunuh di antara manusia
adalah karena nafsu ini. Lidahnya ia tahan dari perbuatan yang keji.
Setiap ada oarang yang mengajaknya bertengkar, ia menjawab : Maaf saya
sedang berpuasa. Pintu nafsu seks pun ia tutup, di mana selama ini
banyak orang terjerembab dalam dosa-dosa karena nafsu ini.
Perhatikan betapa puasa mencerminkan hakikat perlawanan yang dahsyat
seorang hamba Allah swt terhadap syetan. Di dalam dirinya menggelora
semangat untuk tidak tunduk kepada syetan, kapanpun dan di manapun ia
berada. Ia sadar bahwa syetan adalah musuhnya. Allah SWT berfirman,
"Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia
musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak
golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala."
(Al-Fathir:6)
Ketika seseorang masuk ke medan pertarungan melawan syetan, berarti ia
masuk ke dalam pertempuran yang tidak akan pernah berakhir. Dalam
rangka ini ia harus berbekal iman yang kokoh. Sebab jika imannya lemah
ia tidak bisa istiqamah.
Maka ketika Allah SWT memanggil di awal ayat ini : yaa ayyuhalladziina
aamanuu, itu maksudnya adalah orang-orang yang benar-benar jujur dalam
imannya. Bukan orang-orang munafik yang pura-pura beriman. Sebab tidak
mungkin seseorang yang tidak jujur dalam imannya bisa melaksanakan
ibadah puasa dengan jujur. Dari sini nampak rahasia firman Allah swt
dalam hadits Qudsi :
"Semua amal anak Adam itu untuk dirinya kecuali puasa, itu untuk-Ku
dan Aku akan memberikan langsung pahalanya." (HR. Bukhari)
Perhatikan betapa puasa merupakan bukti kejujuran iman seseorang,
sehingga Allah SWT mengagungkannya, dan terlibat langsung untuk
memberikan pahala kepada pelakunya.
Ketiga, Puasa Ramadhan adalah merupakan salah satu pilar ajaran Islam.
Untuk menegakkan pilar ini secara kokoh tidak mungkin dilakukan oleh
seseorang yang tidak punya iman atau pura-pura beriman. Allah SWT Maha
Mengetahui, benar-benar tahu siapa di antara manusia yang benar-benar
pantas diundang untuk menegakkan pilar ini. Itulah mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah swt secara jujur. Karena itu Allah
SWT panggil mereka dengan : yaa ayyuhalladziina aamanuu. Perhatikan
bentuk panggilan ini, Allah SWT memanggil mereka hanya dengan kualitas
keimanannya, bukan yang lain-lain. Ini menunjukkan bahwa yang Allah
SWT inginkan dari manusia melalui puasa ini adalah bagaimana ia
benar-benar beriman kepada Allah SWT secara kokoh dan jujur. Iman yang
menghidupkan jiwanya sehingga ia senantiasa merasa bersama Allah SWT.
Bukan iman yang semata diucapkan dengan lisan, diiklankan di
spanduk-spanduk atau tayangan televisi semenatra hatinya tidak pernah
menikmati lezatnya iman tersebut. Wallahu 'Alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar