SELAMAT DATANG DI BLOG ANJAR SETIO PURNOMO, S.Pd.

Sabtu, 09 Juni 2012

STRATEGI PENGAJARAN MEMBACA DAN MENULIS BAGI PEMBELAJAR PEMULA


STRATEGI PENGAJARAN MEMBACA DAN MENULIS BAGI
PEMBELAJAR PEMULA
Oleh Novi Resmini

A. Pendahuluan
Membaca merupakan keterampilan dasar. Ini berarti bahwa keterampilan tersebut perlu dimiliki setiap orang, tidak saja untuk meraih keberhasilan selama bersekolah melainkan juga sepanjang hayatnya. Di negara-negara maju kegiatan membaca telah membudaya dan merupakan bagian serta kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana dengan di Indonesia ? 80% penduduk Indonesia tinggal di pedesaan. Banyak sekali di antara mereka yang tidak pernah memperoleh kesempatan untuk bersekolah atau kalaupun sempat hanya sampai kelas II atau III SD. Catatan Biro Pusat Statistik tahun 1980 menunjukkan bahwa 20-30% di antara bangsa Indonesia masih buta aksara dan buta angka. Mereka tidak dapat membaca, menulis maupun berhitung. Keadan ini tentu saja tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu, pemerintah melalui berbagai jalan dan progam pendidikan berusaha memberantas kebutaan tersebut. Misalnya, program kejar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan membaca dan menulis serta berhitung. Program tersebut diikuti oleh para petani, nelayan, dan masyarakat lainnya di desa-desa. Di samping itu masih ada kegiatan-kegiatan lain yang tujuannya antara lain adalah memberantas buta aksara.
Hal di atas membuktikan bahwa membaca dan menulis serta berhitung merupakan keterampilan vital yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Khusus mengenai perlunya menguasai keterampilan membaca dan menulis pada intinya dipandang dari sudut pandang, yakni mampu berinteraksi dengan kebutuhan atau tuntutan kehidupan sehari-hari. Keterampilan membaca dan menulis yang dimiliki seseorang memberikan kesempatan kepada seseorang tersebut untuk: 1) terhindar dari sifat ketergantungan kepada orang lain, 2) membuka wawasan dan cakrawala berpikir yang lebih luas tentang isu dari masyarakatnya, dan 3) memiliki sikap introspeksi dan retrospeksi. Selain itu membaca juga merupakan sarana rekreasi atau hiburan bagi masyarakat. Membaca dan menulis merupakan dua kemampuan berbahasa yang saling berkaitan. Saat belajar menulis, seseorang akan membaca tulisannya. Demikian juga dengan dua keterampilan berbahasa lainnya, yaitu menyimak dan berbicara. Pada dasarnya keempat keterampilan tersebut saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Meskipun demikian, dalam pembelajaran kemampuan berbahasa, masing-masing keterampilan mendapat kesempatan untuk diberi penekanan. Jika kemampuan membaca yang diajarkan, maka pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, sedang ketiga kemampuan lainnya merupakan kemampuan penunjang. Begitu juga bila kemampuan menulis yang diajarkan, kemampuan-kemampuan lainnya akan berfungsi sebagai penunjang.
B. Pembelajaran Membaca dan Menulis
Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca, seseorang akan dapat memperoleh informasi, ilmu dan pengetahuan, serta pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan pembaca untuk mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya. Dengan demikian, kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh siapa pun yang ingin maju dan meningkatkan diri. Oleh karena itu, pembelajaran membaca di sekolah maupun di luar sekolah mempunyai peranan penting.
1. Pembelajaran Membaca Permulaan
Pengertian yang paling umum dari membaca adalah kegiatan berinteraksi dengan bahasa yang dikodekan dalam huruf-huruf. Membaca merupakan aktivitas menguraikan kode-kode cetakan (tulisan) ke dalam bunyi yang mewakili makna tertentu. Pembelajaran membaca diawali dengan pramembaca sehingga siswa memiliki kesiapan membaca (reading readiness) baru kemudian dilanjutkan dengan kegiatan membaca (pengenalan, pelafalan, dan pemaknaan lambang/tanda bunyi bahasa). Dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain ialah: (1) metode abjad, (2) metode bunyi, (3) metode kupas rangkai suku kata, (4) metode kata lembaga, (5) metode global, dan (6) metode struktural analitik sintetik (Akhadiah, 1992).
1) Metode Abjad dan Metode Bunyi
Metode abjad dan metode bunyi, menurut Akhadiah merupakan metode-metode yang sudah sangat tua. Dalam penerapannya, kedua metode tersebut sering menggunakan kata-kata lepas. Beda antara metode abjad dan metode bunyi terletak pada pengucapan huruf. Pada metode abjad, huruf diucapkan sebagai abjad (/a/, /be/, /ce/, dan seterusnya), sedangkan pada metode bunyi, huruf diucapkan sesuai dengan bunyinya [a], [b], [c], dan seterusnya.
Contoh: bo-bo ——bobo
2) Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga
Metode kupas rangkai suku kata dan metode kata lembaga, dalam penerapannya menggunakan cara mengurai dan merangkaikan.
(a) Metode kupas rangkai suku kata dilakukan untuk mengenalkan huruf kepada siswa. Suku kata yang sudah dikenal oleh siswa diuraikan menjadi huruf, kemudian huruf dirangkaikan lagi menjadi suku kata.
Contoh: nina — ni – na — n-i – n-a —ni-na
(b) Metode Kata Lembaga
Kepada siswa disajikan kata-kata: salah satu diantaranya merupakan kata lembaga, yaitu kata yang sudah dikenal oleh siswa. Kata tersebut diuraikan menjadi suku kata, suku kata diuraikan menjadi huruf. Setelah itu huruf dirangkai lagi menjadi suku kata, dan suku kata dirangkaikan menjadi kata.
Contoh: bola — bo-la — b – o — l – a — bo-la — bola
3) Metode Global
Metode global adalah metode yang melihat segala sesuatu merupakan keseluruhan. Metode ini timbul sebagai akibat adanya pengaruh aliran psikologi gestalt, yang berpendapat bahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna daripada jumlah bagian-bagiannya. Dalam penerapannya, metode ini memperkenalkan kepada siswa beberapa kalimat untuk dibaca. Sesudah siswa dapat membaca kalimat-kalimat itu, salah satu di antaranya dipisahkan untuk dikaji, dengan cara menguraikannya atas kata, suku kata dan huruf-huruf. Sesudah siswa dapat membaca huruf-huruf itu, kemudian huruf-huruf dirangkaikan lagi sehingga terbentuk suku kata, suku-suku menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat lagi.
4) Metode SAS
Dalam pelaksanaannya, metode ini dibagi dalam dua tahap, yaitu (a) membaca tanpa buku dan (b) menggunakan buku.
(a) Membaca Tanpa Buku
Tahap membaca tanpa buku merupakan tahap pertama dalam proses pengajaran membaca permulaan. Pada periode ini guru menggunakan alat bantu atau media kecuali buku. Pembelajaran dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut.
Merekam Bahasa Siswa
Bahasa yang digunakan oleh siswa di dalam percakapan mereka, direkam untuk digunakan bahan bacaan. Karena bahasa yang digunakan sebagai bahan adalah bahasa siswa sendiri maka siswa tidak akan mengalami kesulitan. Hal ini erat hubungannya dengan siswa pada waktu sekolah. Dari segi kebahasaannya, mereka telah menguasai bahasa ibunya. Mereka juga mempuyai berbagai pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya dari lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar rumahnya. Latar belakang kebahasaan, pengetahuan, serta pengalaman mereka berbeda-beda. Pada hari pertama guru mencatat kalimat-kalimat yang diucapkan. Kalimat-kalimat inilah yang dijadikan pola dasar untuk pengajaran membaca permulaan.
Menampilkan Gambar Sambil Bercerita
Dalam hal ini, guru memperlihatkan gambar kepada siswa, sambil bercerita sesuai dengan gambar tersebut. Kalimat-kalimat yang digunakan guru dalam bercerita itu digunakan sebagai pola dasar bahan membaca.
Contoh : Guru memperlihatkan gambar seorang anak yang sedang menulis, sambil bercerita, misalnya Ini Adi. Adi duduk di kursi. Ia sedang menulis surat. Dan seterusnya. Kalimat-kalimat guru tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan sebagai bahan bacaan.
Tentu saja dalam kalimat ini pendekatan dan pemilihan gambar harus dilakukan dengan seksama. Gambar-gambar itu harus menarik dan dapat dirangkaikan menjadi cerita. Guru dapat menggunakan gambar-gambar tersebut untuk bahan cerita. Melalui pertanyaan-pertanyaan pancingan dari guru, siswa mengemukakan kalimat sehubungan dengan gambar yang ditampilkan satu persatu. Gambar itu kemudian ditempelkan pada papan flanel dengan urutan yang baik sehinga dapat dirangkaikan menjadi cerita sederhana.
Membaca Gambar
Guru menunjukkan sebuah gambar, misalnya gambar seorang laki-laki berumur 7 tahun dan melekatkannya di papan flanel. Ia mengtakan “ini Nana”. Kemudian, ia melekatkan tulisan/ kalimat “ini Nana”di bawahnya . Jika guru menunjuk gambar itu siswa menyebutkan kalimatnya. Demikian dilakukan oleh guru dan siswa dengan beberapa gambar. Dalam hal ini siswa belajar membaca gambar.
Membaca gambar dengan kartu kalimat
Setelah siswa dapat membaca gambar dengan lancar, guru menempatkan kartu kalimat di bawah gambar. Kartu kalimat yang disertakan pada gambar yang dibaca siswa akan menarik perhatian siswa. Mereka memperhatikan kartu dan tulisan tersebut. Siswa dapat melihat bahwa secara keseluruhan tulisan kalimat itu berbeda-beda untuk setiap gambar. Guru dapat menggunakan kartu kalimat, kartu kata, kartu huruf, dan kartu gambar. Selain itu guru dapat menggunakan papan flanel untuk menguraikan dan menggabungkan kartu-kartu tersebut.
Proses strktural
Gambar yang memandu kalimat pada kartu kemudian dihilangkan. Siswa mulai belajar membaca kalimat secara struktural atau secara global. Untuk memeriksa apakah siswa telah mampu membaca secara struktural, guru dapat menemukan urutan letak kartu, atau mengangkat semua kartu kalimat kemudian menampilkannya satu-satu secara acak dan meminta siswa membacanya.
Proses analitik
Jika proses struktural berjalan dengan baik, maka siswa akan memdengar dan melihat adanya kelompok-kelompok yang diucapkan atau dibacanya.
Contoh: Ini mama Nana
Ini adik Nana
Dengan begitu proses selanjutnya, yaitu proses analitik dapat dimulai. Kalimat diurai menjadi kata, kata menjadi suku kata, dan suku kata menjadi huruf melalui kegiatan analitik ini, siswa diharapkan mampu mengenali huruf-huruf dalam kalimat itu. Juga mengnalisa bunyi yang sesuai dengan huruf-hurufnya. Misalnya bunyi “T” pada posisi awal, “A” pada posisi tengah, dan “S” pada posisi akhir.Siswa pada akhirnya mengenali huruf. Dari proses analitik ini diperoleh kartu kata, kartu suku, kartu huruf.
Ini nina
Ini ni na
I ni ni na
I n i n i n a
Proses sintetik
Sesudah siswa mampu mengenali huruf dalam kalimat, maka huruf yang sudah terpisah itu digabungkan kembali menjadi kata dan akhirnya menjadi kalimat. Pengenalan huruf baru tetap dilakukan melalui kalimat dengan proses struktural analitik-sintetik seperti di atas, dengan menggunakan kartu-kartu. Pendekatan sintetik adalah pendekatan yang menekankan kepada bunyi yang diberikan pada berbagai huruf. Bila para siswa telah mempelajari nilai-nilai bunyi pada huruf dan kombinasi huruf, mereka diharapkan dapat mencampurkan (mensitesakan) huruf-huruf ke dalam kata seperti pada kata “TAS” tadi.
I n i n a n a
I ni na na
Ini na na
Ini nana
(b) Membaca dengan Buku
Setelah siswa mengenal huruf melalui kegiatan membaca tanpa buku, selanjutnya anak dihadapkan pada tulisan dalam buku. Pembelajaran dapat dilakukan melalui kegiatan membaca buku pelajaran, membaca bacaan sederhana yang dipilih guru (gunakan gambar dan kartu kata), dan membaca bacaan yang disusun siswa secara individual maupun kelompok. Pembelajaran dapat dilakukan secara integratif.
2. Pembelajaran Menulis Permulaan
Kaitan antara menulis dan membaca sangat erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Pada waktu guru mengajarkan menulis kata atau kalimat, siswa tentu akan membaca kata atau kalimat tersebut. Kemampuan membaca diajarkan sejak dini, maka kemampuan menulis pun diajarkan sejak dini. Kemampuan menulis merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat produktif; artinya merupakan kemampuan yang menghasilkan tulisan. Menulis memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks. Kemampuan yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan logis, kemampuan mengungkapkan pikiran secara jelas, menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan menerapkan kaidah tulis-menulis secara baik. Kemampuan ini diperoleh lewat jalan yang panjang. Sebelum sampai pada tingkat kemampuan menulis ini (menulis lanjut), siswa harus mulai dari tingkat awal, tingkat permulaan, mulai dari pengenalan dan penulisan lambang-lambang bunyi. Pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh pada tingkat permulaan pada pembelajaran menulis permulaan, akan menjadi dasar peningkatan dan pengembangan kemampuan menulis selanjutnya. Apabila dasar itu baik dan kuat, diharapkan pengembangnnya pun dapat baik dan apabila dasar itu kurang baik atau lemah, maka diperkirakan hasil pengembangnnya akan kurang baik juga. Mengingat hal itu maka selayaknya pembelajaran menulis permulaan mendapat perhatian yang memadai dari guru.
Pembelajaran menulis permulaan diawali dengan pramenulis (memegang pinsil, gerakan tangan dalam menulis), mengeblat:menggunakan karbon, kertas tipis, menebalkan tulisan, menghubungkan titik-titik membentuk huruf, dan menatap (koordinasi mata, ingatan, dan ujung jari). Kegiatan belajar dilanjutkan pada kegiatan menyalin tulisan, menulis halus, dikte, melengkapi tulisan (dengan huruf, suku kata, dan kata), dan menulis nama.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran menulis permulaan pada hakikatnya sama dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan. Persyaratan pembelajaran menulis permulaan seyogyanya siswa sudah bisa membaca apa yang akan mereka tulis. Seperti pada kegiatan membaca permulaan, pembelajaran menulis permulaan juga melalui dua tahapan yaitu tahap prapembelajaran berkaitan dengan kesiapan menulis siswa dan tahap menulis permulaan melalui kegiatan menjiplak/mengeblat, menyalin/meniru, menatap, menulis halus/indah, dikte/imlak, dan mengarang sederhana melalui berbagai imbingan. Metode yang dapat digunakan antara lain (l) metode ebjad, (2) metode kupas rangkai suku kata, (3) metode kata lembaga, dan (4) metode struktural analitik sintetik (SAS). Dalam pembelajaran menulis, metode metode yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak adalah metode SAS. Menurut Supriyadi dkk. (l992) alasan mengapa metode SAS dipandang paling baik antara lain (l) metode ini menganut prisip ilmu bahasa umum, bahwa bentuk bahasa terkecil adalah kalimat, (2) memperhitungkan perkembangan pengalaman bahasa anak, dan (3) metode ini menganut prinsip menemukan sendiri. Dalam penerapan metode SAS, guru melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
(a) Guru menuliskan sebuah kalimat sederhana, membacanya, siswa menyalinnya.
(b) Kalimat itu diuraikan ke dalam bentuk kata-kata. Setelah dibaca siswa menyalin kata-kata itu seperti yang dilakukan guru.
(c) Kata-kata dalam kalimat itu diuraikan lagi atas suku-sukunya. Setelah dibaca, siswa menyalin suku kata-suku kata itu seperti yang dilakukan guru.
(d) Suku kata itu pun diuraikan lagi atas huruf-hurufnya. Siswa menyalin seperti yang dilakukan guru.
Setelah guru memberikan penjelasan lebih lanjut, huruf-huruf itu dirangkaikan kembali menjadi suku kata, kata, dan kalimat untuk kemudian siswa menyalinnya seperti yang dilakukan guru. Kegiatan-kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
(1) Penulisan kata-kata dan kalimat sederhana yang sudah dikenal atau yang baru dengan huruf balok.
(2) Menyalin kata-kata yang cocok dengan gambar yang ditunjukkan guru.
(3) Penulisan huruf yang ada pada kartu, yang telah disusun menjadi kata.
(4) Penulisan cerita di dalam gambar dengan bimbingan guru.
(5) Penulisan kata-kata yang sudah dikenal (dengan didiktekan guru).
(6) Penulisan kalimat sederhana yang dimulai dengan huruf kapital diakhiri tanda titik.
(7) Penulisan jawaban atas pertanyaan berkaitan dengan isi bacaan.
Selanjutnya pembelajaran menulis sudah mengarah pada kegiatan mengarang yang diawali dengan pembelajaran mengarang permulaan (mengarang sederhana berdasarkan gambar seri, cerita sederhana, atau pengalaman siswa) sampai pada tingkat mengarang lanjut. Pembelajaran menulis lanjut diarahkan pada pengembangan kemampuan menulis beragam bentuk tulisan.
C. Penutup
Keterampilan membaca dan menulis merupakan dua keterampilan yang sangat diperlukan dalam kehidupan modern saat ini. Dengan demikian, masyarakat kita harus sudah menjadi masyarakat yang literat. Tugas guru, di sekolah maupun luar sekolah adalah memberikan pengajaran yang terbaik dan efektif kepada mereka yang belum memiliki keterampilan tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar